Halo!
Ah,
sapaan itu terdengar sudah basi, bukan? Iya, seperti hari-hari di belakang. Hari di mana seperti
ada lubang waktu yang sudah tertinggal. Sekilas melegakan, selebihnya meresahkan.
Sebab jejaknya, tidak memberikan petunjuk apa-apa. Dan bayangan hanya menggiring
kepada kerinduan. Ah, terdengar semakin basi, bukan? Iya, seperti
kalimat-kalimat di belakang.
Langkah
demi langkah jarum itu dibiarkan pergi, mengikuti jalur yang sudah dihapalnya
setiap hari. Sibuk kesana-kemari seperti di stasiun kereta api. Bisa jadi. Di stasiun
kereta api pun, langkah demi langkah dibiarkan pergi, menempuh jalur yang
dipilihnya sendiri. Melupakan mimpinya tadi pagi. Setiap hal yang pergi, selalu
meninggalkan lain hal di suatu sisi. Walau sisi itu hanya sebatas debu yang
berlari-lari. Apa debu tidak ingin ditinggal angin pergi? Apa yang terdiam di
stasiun kereta api—yang menatap kosong pada debu yang berlari—ingin turut
mengejar kereta api? Juga ingin mengubah waktu di dalam hari? Mungkin saja.
Mungkin saja debu telah lelah dipijaki. Dan mungkin saja, yang sudah pergi
tidak mungkin kembali lagi. Sebab itu yang ditinggal takut menemui hari setelah
ini.