Thursday 13 June 2013

Realita

Realita. Sebuah fenomena yang terjadi tanpa ada yang disembunyikan, tanpa ada yang dibohongi. Gambar-gambar yang diperlihatkan oleh orang-orang yang sayangnya jarang terlihat. Siapa mereka? Apa kita mengenalnya?

Merek adalah tokoh-tokoh realita yang kerapa berada di dekat kita. Namun mereka hanya bisa menatap, dan kita hanya mengabaikan dengan tidak sadar. Kadang mereka terluka, tapi akan lekas baik-baik saja. Karena mereka adalah tokoh realita, harus kuat dan terbiasa. Sebab di dalam realita tidak ada luka yang terlalu dalam, yang ada hanya luka yang terus melebar dan berubah kering.

Dunia ini begitu luas terbentang, namun bagi mereka kehidupan hanyalah cerita sempit yang tidak tidak berputar. Ingin rasanya menuntut pertanggungjawaban tentang teori “Kehidupan Seperti Roda”. Tapi kepada siapa? Apa orang-orang yang selalu berada di roda atas bisa memberi penangguhan? Orang-orang itu hanya bungkam, dan tokoh realita harus puas dengan menghirup asap-asap kendaraan yang orang-orang itu buang.

Kapan Menulis Tentang Cinta?

Ini masih randome note, tentu saja. Kali ini sebuah tanda Tanya, bukan lagi tentang sekelumit mimpi yang membuat galau isi kepala. Sebuah tanda Tanya yag muncul untuk memastikan bahwa aku masih normal dan belum gila. Tentang cinta?

Tunggu sebentar! Tentu tidak harus menerbitkan buku untuk dikatakan sebagai penulis. Aku suka menulis, dan catatan ini aku yang menulis. Jadi, tolong katakan bahwa aku seorang penulis. Ya, paling tidak untuk catatan-catatan random ini.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan materi-materi catatan random yang sebelumnya, juga tidak ada yang menyalahkan. Akan tetapi, agak terlihat aneh kalau tidak ada tentang cintanya. Bukan begitu? Aku tidak tahu. Entah siapa yang pernah mengatakan seperti itu. Seingatku tidak pernah (ada).

Bukan berarti juga aku ini tuna asmara, eh! Bukan seperti itu maksudku, ya, walau itu tidak sepenuhnya salah. Yang benar, aku pernah juga menulis tentang cinta tapi bukan catatan random seperti ini. Puisi.

Someday, I Will...

Suatu hari nanti, aku akan… aku akan…

Banyak hal yang ingin diraih, ditempuh, lalu dipecahkan, dan pada akhirnya yang terjadi hanya dilupakan. Aku, sesederhana itu? Kupikir tidak juga. Ada beberapa yang terlintas di otakku, selalu berjalan, kadang lambat, kadang cepat. Mereka yang menggerakkan aku sampai ke titik ini, menopang sekaligus menguatkan.

Lalu, tentu saja aku hanya bisa mengatakan―suatu hari nanti. Apa lagi? Cerita-ceria yang ingin kujamah masih bersemayam di sana, entah kami berjodoh. Mimpi-mimpi yang ingin kugenggam masih tertanam di sana, entah takdir itu ada. Suatu hari yang menggiurkan, suatu hari yang entah akan datang.

Setelah dipertimbangkan, tidak ada hal yang didapat dengan cuma-cuma. Di mana taruhannya?

Tuesday 4 June 2013

Mimpi yang Disimpan (Untuk Suatu Hari yang Tepat)

Seperti pertanyaan yang sering digalaukan para mahasiswa tingkat atas, “Mau wisuda tepat waktu, atau di waktu yang tepat?”, kira-kira begitu juga dengan suatu mimpi. Apa yang sangat kau inginkan tentu berharap cepat-cepat terealisasikan, bukan?

Ada salah satu potongan terjemahan dari ayat Al-Qur’an yang kira-kira begini artinya, “Belum tentu apa yang kamu pikir baik bagimu, itu adalah yang terbaik. Dan belum tentu apa yang kamu pikir buruk, akan buruk untukmu.” Yup, Allah Maha mengetahui segalanya. Tapi, manusia tetaplah manusia―yang tingkat keegoisannya terkadang melebihi level kelabilan anak sekolah. Dan untuk pencapaian sebuah mimpi, mungkin ada beberapa keegoisan yang telah terselip. Apa mimpi tidak harus disegerakan?

Aku kembali menggali kotak masa lalu, mencoba memastikan mimpi yang kutanam dulu masih ada di sana. Baik-baik saja. Dan ternyata, mimpi itu telah rusak. Mengapa? Apa karena sudah terlalu usang? Atau terlalu dalam ditaruh? Sudah terlalu lama kah mimpi itu di sana? Namun sampai sekarang aku juga tidak bisa apa-apa, aku belum bisa mengambilnya dari masa lalu. Mungkin aku yang kurang berusaha.