Monday 28 April 2014

Penulis Pemberani

Hai, Penulis pemberani!
Saya mendapat panggilan itu pasca mengirim sinopsis calon-novel  saya untuk mengikuti kompetisi menulis #BulanNarasi yang diadakan oleh NulisBuku dan PlotPoint. Bukan hanya saya, melainkan ratusan penulis lain yang mengikuti kompetisi itu juga disebut: Penulis pemberani. Pasalnya, lomba menulis tersebut bukan lomba biasa. Mekanisme perlombaan adalah, kami (peserta) harus bisa menyelesaikan satu novel dalam waktu satu bulan. Satu bulan! Selain harus menyelesaikan novel masing-masing, setiap peserta juga harus membuat writing progress di sini. Tidakkah itu terdengar sangat menantang? 

Setiap kompetisi tentu ada reward yang sudah menanti untuk seorang pemenang. Kali ini ganjaran untuk karya terbaik adalah akan diterbitkan oleh PlotPoint. Hal yang paling dinanti-nanti oleh seorang penulis tentunya, di mana nantinya mereka dapat melihat buku hasil kerja keras mereka dapat bertengger di rak-rak toko buku yang tersebar di Indonesia. Membahagiakan sekaligus mengharukan. Tidak hanya untuk satu karya terbaik yang diberikan reward, ada juga dua naskah favorit akan dihadiahi tablet pc. Yang ini juga terdengar menggiurkan.

Thursday 24 April 2014

One and Only

Terserah kau mau menganggapku kurang waras, muka tembok, tidak punya telinga, atau apapun semacamnya, aku bisa terima. Lebih tepatnya tidak dapat menolak. Aku pun tidak bisa menolong diriku sendiri. Kau seperti telah mematikan seluruh daya kontrolku, kemudian aku hanya boleh berpusat padamu. Namun, setiap aku melihat kepadamu, kau selalu menatapku hanya sekilas lalu. Apa salahnya aku? Apa kurangnya aku?

“Pulanglah! Harus berapa kali aku bilang, aku tidak mau pergi denganmu.”

Lagi-lagi jawabanmu mengoyak harapanku. Malam itu, bermodal martabak mesir kesukaanmu, aku ingin mengajakmu keluar. Jalan-jalan saja, cari angin sambil keliling kampung. Tapi penolakan itu seperti tak bosan menamparku.

Tuesday 22 April 2014

Di Antara Dua

Jalan setapak mengoyak malam
Kiri dan kanan pisah tanpa batas
Lepas: hanya saja merekat
Jerat: namun tak sesat
Siapa saja, pegang kuat-kuat

Ruas-ruas menyuruh diam
Jika ingin pulang: tidak ada yang boleh bermantra
Apalagi meringis nyanyian alang
Bisa-bisa ada yang berang
Paginya teman, nantinya sudah tawan

Wednesday 16 April 2014

Sangkar dan Harapan

Sangkar:
Masuklah ke dalam
Akan aman kau dari ketakutan
Sendawa langit terlalu berbahaya
Kau hanya sebatang ringkih jika diterpa
Tidak punya pelana atau duri pengundang luka
Hei, kau yang di sana
Mendengarkah?

Harapan:
Wahai kau, rongga sempit
Jangan terlalu banyak bicara
Mengganggu nyanyian angin saja
Rayuanmu tidak akan mempan
Sedang kawanan burung enggan dikurung
Aku bisa menjelma peluru, takkan melepuh
Asal kau tahu, aku ini tangguh

Tawakal

In KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tawakal is self-defenceless at God, or believe wholeheartedly at God. That is only a theory which is we know. The real tawakal not only about what the meaning is, but how to comprehend it. IMO.
If we'd trying strongly, tawakal and go home.
If we'd praying truly, tawakal and go home.
May Allah give us a best present. It could be answered, or not. But, believe that is a best for. Although, it hard to acceptable. We just need to keep believing.

Sincerely

Yuni Andriany


Tuesday 15 April 2014

Scale of Happiness

Perempuan itu sedang bercerita tentang bagaimana sebuah keindahan dilukiskan dengan kata. Mengagumi Pantai Nusa Dua dari sudut The Bay Bali adalah cara yang paling tepat, tesis-nya. Sebab malam ini sedang berlangsung sebuah drama, penampilan dari deburan ombak yang  saling berkejaran terbawa angin darat dengan alunan musik Bali yang khas sebagai pengiring, pasir putih yang disoroti lampu-lampu temaram dari pohon adalah salah satu tokoh utama. Pemicu suasana megah, begitu katanya. Aku tidak terlalu mengerti bagaimana proses analogi itu bisa terjadi, keahlianku tidak pernah menjangkaunya. Namun, satu hal yang aku tahu. Bagiku perempuan yang sedang berkisah itulah estetika paling nyata di sini, duduk di hadapanku dengan memesona tanpa perlu analogi apapun. Florenza Orlin selalu tampak bersinar tanpa perlu cahaya.

“Jadi, apa misimu membawaku ke sini?” Pertanyaan itu tiba-tiba menodongku, memaksaku untuk menyimpan keterpanaan tadi. Dengan mata yang mengerjap-ngerjap penasaran, Flo menantiku dengan sebuah jawaban. Jawaban yang paling mengejutkan untuknya.

Just have dinner, aren’t we?” Jawabku sekenanya.

“Cuma makan malam, Bay?” Flo seperti tidak percaya, “Kita masih di pasir putih Pirates Bay dan kamu bilang cuma makan malam. Apa nggak terlalu manis?” lanjutnya sedikit berlebihan.

Thursday 10 April 2014

Memaksa: Kebiasaan yang Baik

Kali ini saya mau berbagi pemahaman. Bukan pemahaman dari saya sendiri, melainkan dari orang lain. Lebih tepatnya pengalaman dari orang lain. Hari itu sudah lama terlewat sebenarnya, yaitu waktu saya mengikuti sebuah seminar di kampus. Saya tidak ingat pasti tema dari seminar tersebut, tapi inti dari acara itu adalah ‘betapa pentingnya English skill untuk masa depan’. Saat itu saya memang lagi keranjingan mengikuti seminar di mana-mana. Di seminar tersebut, salah satu narasumber bertanya kepada kami audiens, “Bagaimana melawan rasa malas?” Tidak ada jawaban terdengar, maka narasumber tersebut dengan pasrah menjawab pertanyaannya sendiri. “Paksa.” Beberapa terkesima.

Something New

Hey, it seems like something new?
Sesuatu yang baru selalu identik dengan perbedaan. Semacam metamorphosis. Yup, hal itu lah yang terjadi pada blog saya. Akhirnya. ‘Dear World: Notes of Me’ ber-metamorphosis menjadi ‘THE JOURNAL'. Ini untuk pertama kalinya nama blog yang saya ubah, kalau alamat dari blog ini sendiri sudah beberapa kali. Tidak hanya nama dan deskripsi blog yang saya ganti, beberapa layout dan widget juga saya rombak, meski tidak terlalu banyak dan berubah menjadi sangat bagus. Setidaknya, saya pribadi yang melihatnya merasa lebih baik. Sebenarnya tidak ada alasan khusus. Saya hanya ingin melihat sebuah tampilan yang baru, dan barangkali juga sebuah nama yang lebih memiliki ‘makna’. Begitu saja.

Thursday 3 April 2014

Everyone Leaves

This is the first time I write my post in English, but actually, I’m not even good. Is it bad? Well, don’t punish me if I throw a lot of misstated. Sorry, can’t help it. As learn by error. I’m just to try to improve my English ability. And, here I am―with my first English post. Is it too late? I know, I know. When almost everybody in this world talks in English, I’m still here, with my mistakes that overload. Everyone leaves me. But, I’ve been trying. And, however, the first debut is the first debut.

Tuesday 1 April 2014

Surat untuk Mantan

Untukmu, pemilik rindu.
Apa kabar hari-harimu? Apakah masih sibuk dan terlalu mengganggu? Asal kamu tahu, aku masih menolak untuk mengerti masalahmu yang itu. Maaf. Dan, apa kamu masih belum menganggapnya bukan sebuah masalah? Sudah, lupakan! Kamu tahu apa yang kamu lakukan, aku masih seyakin dulu. Baiklah, aku tidak bisa menahan untuk tidak menanyakannya. Bagaimana kabarmu? Apakah sudah berubah? Sejujurnya, aku tidak berharap banyak. Aku tahu, kamu mampu mengatakan ‘baik-baik saja’ jika memang harus mengatakannya, kamu hanya akan ‘pindah’ jika telah menemukan alasannya. Hanya saja, ada perasaan yang menggerutuku jika hal ini tidak kusampaikan padamu. Tentang kita dan masa lalu. Surat ini akan memberitahu.

Untukmu, yang dirindu.
Kamu tahu, waktu merupakan sahabat paling kejam? Di satu sisi dia setia menemenamiku merajut penantian, tapi di sisi lain, diam-diam dia mengikis pertahananku hingga jatuh berdebam, lalu karam. Yang akhirnya, jeraku tak mampu lagi diredam. Jangan salah sangka, aku mengatakan ini bukan untuk menyalahkannya. Bukan juga untuk mencari siapa yang salah. Pada dasarnya kita sama-sama tahu, pilihanlah yang membuat kita satu sama lain terluka. Aku memilih melepaskan, sedang kamu menawarkan kembali sebuah pertahanan. Kamu tahu, aku bisa. Aku tahu, saat itu aku dan kamu mungkin akan lebih terluka. Dan kita tidak pernah menyangka, menyerah mampu mengantarkan kita menemukan sebuah jalan. Yaitu jalan yang pada awalnya  kita tempuh bersama, namun ternyata tidak membawa kita pada tujuan yang serupa. Aku dan kamu memiliki ujung jalan yang terpisah. Aku tidak menganggapnya sebagai kesalahan, aku harap kamu juga paham.