Thursday 10 April 2014

Memaksa: Kebiasaan yang Baik

Kali ini saya mau berbagi pemahaman. Bukan pemahaman dari saya sendiri, melainkan dari orang lain. Lebih tepatnya pengalaman dari orang lain. Hari itu sudah lama terlewat sebenarnya, yaitu waktu saya mengikuti sebuah seminar di kampus. Saya tidak ingat pasti tema dari seminar tersebut, tapi inti dari acara itu adalah ‘betapa pentingnya English skill untuk masa depan’. Saat itu saya memang lagi keranjingan mengikuti seminar di mana-mana. Di seminar tersebut, salah satu narasumber bertanya kepada kami audiens, “Bagaimana melawan rasa malas?” Tidak ada jawaban terdengar, maka narasumber tersebut dengan pasrah menjawab pertanyaannya sendiri. “Paksa.” Beberapa terkesima.


Kita semua tahu, salah satu kunci kesuksesan adalah komitmen. Dan membangun sebuah komitmen yang kokoh tidaklah semudah mengejanya. Salah satu virus berbahaya komitmen adalah ‘Kemalasan’. Saya akui, saya masih sering mengalah kepada kemalasan yang seenak udel-nya datang menghampiri. Pandai sekali berakting sebagai pengacau dan berlagak sok akrab. Mungkin beberapa dari kalian juga mengalaminya. Maka, dari sebuah pemahaman yang diperoleh dari pengalaman, narasumber tersebut secara verbal berpesan: bagaimanapun rasa malas yang mendera, lawan saja dia! Paksa saja! Malas belajar?! Paksa saja belajar! Malas mandi?! paksa saja mandi! Malas makan?! Paksa saja makan!... dan malas-malas lainnya. Beberapa tergugu.

Sehingga yang bisa saya simpulkan adalah: terbiasa akan datang pada waktunya. Memaksa: kebiasaan yang baik.

Nah, ada sebuah kebiasaan yang sedang coba saya bangun. Sudah beberapa minggu ini saya rutin ke perpustakaan, seminggu sekali. Yah, memang bukan rekor yang hebat. Namun kata ‘rutin’ merupakan sesuatu yang tabu bagi saya. Sudah beberapa kali tercetus niat saya untuk memiliki rutinitas ke perpustakaan minimal seminggu sekali (perihal apa yang ingin saya lakukan di perpustakan tidak perlu diumbar), tapi belum pernah terealisasi. Bagaimanalah. Banyak sekali rintangan menghalang. Baiklah, saya tahu, halangan-merintang-rintangan-menghalang itu hanyalah tipu alasan. Biarkan saya menyesalinya! Tinggalkan saya sendiri!

Maka, bagaimana cara saya memenangkan kata ‘rutin’ tersebut? Ah, bukan cara yang hebat juga sebenarnya. Tapi, yang terpenting di sini adalah kenyataan bahwa: saya menang. Begini, dari perpustakaan tersebut saya memutuskan untuk meminjam satu buku yang nantinya akan saya pinjam secara kontinu. Cara itulah yang membuat saya selalu kembali pada perpustakaan, disebabkan rentang waktu peminjaman yang hanya seminggu memaksa saya. It’s always been to you, yeah. Dan, tentu buku yang saya pinjam ‘harus’ buku yang berkualitas dan bermanfaat, terlebih seru, menarik, serta bijak. Yup, saya meminjam buku: English Grammar.  Uh, okay! Mungkin kalimat saya sebelumnya lebih baik diubah menjadi: ‘HARUSNYA’.

Sudahlah, lagipula tidak terlalu buruk. Buktinya buku tersebut sudah mengantarkan saya pada sebuah rutinitas yang baik, dan pada dasarnya tentu buku itu juga sangat bagus dibaca. Mengingat English skill saya yang memang masih pas-pasan. Yah, walaupun nanti pada akhirnya, mungkin, rutinitas-seminggu-sekali-ke-perpustakaan akan lama bertahan karena saya terlalu larut membaca bukunya. Setidaknya, pada tahap ini, saya merasa sedang membangun sebuah komitmen yang kokoh. Belajar dari hal-hal kecil lebih baik daripada tidak berusaha sama sekali. Tinggal nanti usaha tersebut yang harus sering-sering di-upgrade. Mungkin ada baiknya saya mulai mencari sebuah pengalihan yang akan membuat juga saya memaksa diri untuk lebih rajin membaca buku English Grammar  tersebut. Semua ada hikmahnya, dan kebiasaan akan datang pada waktunya. Tentu saja. Insya Allah. Semoga.

No comments:

Post a Comment