Sunday 6 November 2016

Masa Lalu

Saya kehilangan kamu. Ini sudah terlalu jauh. Terlampau banyak detik yang membentangi kita. Menciptakan jarak yang merusak. Kini saya hanya bisa merutuki diri sendiri. Mengapa dulu, saya meninggalkan kamu. Mengapa dulu, saya melangkah sejauh ini tanpa membawa kamu menyertai. Kini saya kesulitan. Bahkan sekadar untuk menghadirkan bayanganmu di sini. Saya bagai cacat tanpa kamu temani.
                
Sekarang, saya harus bagaimana? Ini sudah terlalu jauh. Terlampau banyak napas yang saya lewatkan. Menciptakan pengap yang memekakan. Saya tidak tahu harus bagaimana. Yang saya tahu hanya, saya ingin kamu kembali.
Maaf.


(Jkt, 06112016)

Saturday 24 September 2016

The Choices

Most people are often faced two choices: to be a loser or be more losers. This is suck, isn’t it? Bagaimana caramu untuk memutuskannya tanpa harus mengurangi rasa kebijaksanaan yang dimiliki? Ah, mungkin saja sebenarnya keadaan ini tidak seburuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mungkin saja.

Biasanya hal yang kita takutkan dalam memilih adalah jatuh pada pilihan yang salah. Namun, yang terjadi di sini malah kedua pilihan terdengar sudah salah. Keduanya sama-sama memiliki lubang yang akan membuat pemilihnya jatuh dan merasakan sakit. Inilah bagian tersulitnya. Lubang mana yang lebih dalam? Seberapa sakit yang akan kita rasakan nanti? Pada dasarnya, kedua pertanyaan ini hanya kita yang dapat menjawabnya. Seberapa dalam lubang tersebut tergantung seberapa dalam kita membiarkan diri kita terjatuh di sana, seberapa sakit yang akan kita rasakan tergantung seberapa banyak kita membiarkan luka tersebut menyakiti kita (mengutip pelajaran dari tulisan Tere Liye). Jadi, bagaimana selanjutnya?

Kamu adalah apa yang kamu pilih. Selamat memilih!

(Pekanbaru, 24092016)

Saturday 20 August 2016

Menemukan Pulang (Resensi Novel Pulang – Tere Liye)

Judul   : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit: Republika Penerbit
Editor  : Triana Rahmawati
Halaman: 400 halaman
Tahun  : 2015
Sinopsis:
Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
Mengisahkan Bujang, seorang remaja dari pedalaman pulau Sumatra. Awalnya hidup Bujang sama dengan remaja pedalaman seumurnya, sampai suatu hari seorang teman Samad, bapak Bujang, datang dari kota. Orang itu, Tauke Muda datang untuk menggenapkan janji Samad di masa lalu kepada keluarganya. Samad yang masa lalunya adalah seorang tukang pukul. Tauke Muda membawa Bujang ke kota, sejak saat itu lah hidup Bujang berubah.

Friday 29 July 2016

Euforia #9

Ada beberapa rangkaian makna yang belakangan ini tidak pernah kau terjemahkan, seakan ada mozaik yang mengubahmu menjadi dingin dan angkuh. Kau mengabaikan bagaimana setiap satu potongan harus diganti dengan potongan lain, hal yang biasanya membuatmu penasaran. Ada yang mengganggumu. Tampak jelas saat sesekali kau menanyakan, haruskah seperti ini? Kenangan. Kenangan hanya memainkan sebaris alunan, namun mampu mengecohmu habis-habisan. Semakin kau dengar, semakin kau merasa kehilangan. Lantas? Ya, yang terjadi adalah kau rela terpaku berlama-lama, sebatas diam menjadikanmu lelah, tafakur hanya untuk menemukan alasan: mengapa waktu tak jua membawamu kemana-mana. Hei, sadarlah! Yang hilang bukanlah kenangan, melainkan tujuan. Tujuanmu berteman dengan waktu. Dingin, angkuh, dan semua tumpukan pengabaian itu pada akhirnya melumpuhkan sesuatu: kepekaan yang biasanya menjembatani kepada ujung pemahaman. Entah ramuan apa yang sudah tercipta dari mereka (dingin, angkuh, dan pengabaiaan), yang jelas saat ini sebuah penawar sangat dibutuhkan. Penawar yang mampu mengembalikan rasa, bukan untuk mematikannya. Sebelum ada yang tak terselamatkan, sebelum waktu benar-benar tak membawa kemana-mana, dan sebelum mereka menemukan sebuah takhta, berupa euforia dimana pengap menjadi sang penguasa.



(PSP, 29072016)

Monday 11 July 2016

Satu Tanya

Di antara titik dan koma
Masihkah ada kita?
Kutipan kecil di sudut cerita.


(PSP, 11072016)

Wednesday 22 June 2016

Dialog Kecewa #Radiasi

Kau tahu siapa sebenarnya Kecewa? Di mana rumahnya? Anaknya siapa? Tingkahnya bagaimana? Kau tahu? Karena jika kau mengetahuinya, beri tahu aku. Ceritakan padaku bagaimana Kecewa itu, bagaimana dia... tidak tidak. Kau tidak perlu melakukannya. Lupakan semua pertanyaanku tadi! Kau hanya perlu mengatakan di mana Kecewa sekarang. Beri tahu aku! Biar aku sendiri yang menemuinya, bertanya setiap detail yang ingin kutahu. Aku ingin mendengar dia sendiri yang mengatakan, menjawab semua rasa penasaran yang sudah terlanjur pengap. Jadi, apa kau tahu? Rasa-rasanya aku sudah tidak sabar untuk mendengar setiap penggal penjelasan darinya, untuk mendengar bagaimana dia masih bisa hidup seperti tanpa harus membenci atau dibenci. Bagaimana bisa? Setelah itu, mungkin aku tidak bisa menahan untuk tidak langsung menghajarnya.


Bisa jadi kau bertanya-tanya, mengapa aku sampai seperti ini: memburu Kecewa. Sebut saja ini bagian dari antisipasiku. Sebelum dia yang menyerang, harus aku yang menyerangnya duluan. Ya, tentu saja dia adalah si Kecewa itu. Ada yang datang padaku, seperti kabar burung yang mengatakan bahwa akan ada penyerangan dalam waktu dekat ini. Penyerangan yang tidak diduga-duga, yang pelakunya pun sulit diterka. Sudah mirip dengan penyerangan bom yang terjadi belakangan ini. Namun ada satu nama tercuat setelahnya, sudah didakwa sebagai pelaku utama: Kecewa. Oknum disebut-sebut memiliki keahlian membunuh, membunuh apa saja yang sanggup dia bunuh. Sebut saja Kepercayaan, yang paling kerap dijadikan korban. Mungkin, sekarang pertanyaanmu sudah berubah menjadi: apakah aku takut? Tidak. Tentu saja tidak. Eem, baiklah, sedikit.

Tuesday 21 June 2016

Dalam Beberapa Hari Belakangan... #Radiasi

Saya tahu, ini terlalu payah untuk dikatakan sebagai postingan kedua untuk tema yang beberapa minggu lalu saya janjikan. Oleh karena itu saya buat postingan ini, untuk semacam pemberitahuan saja.

Dalam beberapa hari belakangan ini saya disibukkan dengan kerjaan mengolah data, sekitar semingguan terakhir. Mengapa lama sekali? Selain karena datanya yang agak susah, terjadi sedikit kesalahan dari pihak costumer yang mengakibatkan saya harus mengolah untuk kedua kalinya. Jadilah saya tidak punya cukup waktu untuk membuat postingan.

Wednesday 8 June 2016

Sebuah Kepantasan #Radiasi

Saya kembali.
Sebelumnya, selamat berpuasa bagi semua yang menjalankan! Semoga berkah, amin.
Di hari ketiga bulan Ramadhan ini, saya ingin menggoreskan episode perdana dari #CemalCemal. Akhirnyah! Camilan yang berasal dari hasil pengamatan dan pemikiran sok tahu kali ini bertajuk ‘Sebuah Kepantasan’ dengan hastag #Radiasi. But, wait wait! What is #Radiasi? Okay, let me tell you then! Radiasi adalah RAmadhan DiAntara spaSi. Ceritanya ini semacam diari edisi Ramadhan, namun tetap dengan tema cemal-cemil. And, I wanna give you all a kind of memo by the way, that... I’ve wrote in the previous post that #CemalCemil is a sketch about snacks of life that i’ve seen, heard, and felt. So don’t get me wrong, because i’m just trying to say what I wanna say, to share what I wanna share, and of course, not to keep away my fingers from the board. So, here I am.

Saturday 28 May 2016

Cemal-Cemil

Hai! Akhirnya saya buat postingan kedua di bulan ini (payah, kan?), dimana nyaris hanya membuat satu postingan mengingat ini sudah hari ke-28. Omong-omong, saya punya beberapa alasan mengapa hampir lima bulan terakhir saya tidak menulis apa-apa di blog ini. Oke, mungkin yang disebut alasan dalam konteks ini lebih untuk mengurangi rasa bersalah saya, tapi yah, saya merasa ini cukup untuk menjadi alasan. Beberapa alasan tersebut bisa saya rangkum dalam satu kata: sibuk. Oh, that word really doesn’t fit to me, ‘cause in fact, I’m a jobless. Biar pengangguran begini, bukan berarti saya tidak punya kegiatan yang bisa membuat saya sibuk. Selepas mendapat gelar Sarjana, sambil mencari pekerjaan saya mempunyai side job di bidang olah data menggunakan SPSS. Setelah beberapa waktu saya tidak kunjung mendapat kerja, saya kembali ke bawah ketiak orangtua dan meninggalkan kota kelahiran tercinta. Tinggal bersama orangtua membuat saya otomatis harus membantu usaha orangtua, dan hal ini lah yang memiliki andil besar dalam menyita waktu saya. Well, sampai saat ini status saya masih sama—pengangguran sok sibuk, namun saya ingin kembali nge-blog. Barang dua sampai tiga postingan perminggu sudah sesuatu sepertinya.
Baiklah, sudah cukup mukadimahnya.

Friday 13 May 2016

Terbangun

Halo, Andrianalogy! Em.

Eem. Ini blog, kalau dia bisa ngambek, mungkin sudah ngambek ampun-ampunan kayaknya ke saya, ngusir-ngusir terus nge-block saya biar tidak bisa log in lagi sekalian. Merajuk, tak perlu dibujuk. Toh, siapa yang butuh? katanya.

Saya mau minta maaf, tapi rasanya malu. Sepertinya lafal dari empat huruf itu, sudah terlampau sering bertengger di jajaran kata yang saya tumpahkan di sini. Kadang maaf untuk ini, lalu maaf untuk itu. Kok kayaknya saya jadi minta maaf terus. Namun, saya jadi terpikir--lebih untuk membesarkan hati sebenarnya, toh manusia tidak luput dari kesalahan. Kalau dia meminta maaf, at least berarti dia tahu kesalahannya dan menyesal, dengan syarat dan ketentuan berlaku. I mean, dia bukan minta maaf hanya karena dia harus minta maaf, tapi karena dia ingin minta maaf. Saya rasa hal seperti itu patut dipertimbangkan untuk seseorang yang terlalu sering minta maaf. So, I apologize. I was too long to let this blog being lonely. I do apologize.

Saturday 23 January 2016

Empat Tahun Ini

Beberapa paragraf di bawah tidak akan benar-benar bisa menceritakan tentang Empat Tahun Ini.
Salah satu hal yang paling manusiawi yang pernah ada adalah bahwasanya setiap manusia cenderung tidak pernah puas dengan keadaannya (pada saat itu). Selalu menginginkan yang lebih. Bahkan itu sudah dimulai saat kita masih belum terlalu mengerti, apa makna dari ‘menginginkan’ itu sebenarnya. Seperti saat kita masih duduk di bangku sekolah sebagai siswa dengan seragam putih-merah, namun lama-kelamaan penasaran dengan rasa memakai seragam putih-biru itu seperti apa. Saat kita baru menyadari begitu rentannya dunia remaja, kita mulai tidak sabar dengan dunia abu-abunya siswa SMA. Dan saat kita mulai bosan dengan sebutan siswa, kita mulai bertanya-tanya, bagaimana dengan menjadi mahasiswa?

Wednesday 20 January 2016

Euforia #8

Ini seperti terampas, hilang dan berbekas. Bukan lagi khayal yang berlarut-larut, hanya pembuktian sebagaimana harusnya ia diletakkan. Ada saat dimana kau ingin menoleh ke belakang, membayang, lalu dengan jengah memungut kepingan-kepingan yang dulu pernah sangat kau genggam.  Untuk apa kau melakukannya? Tentu saja untuk mengisi kekosongan yang tidak sepenuhnya bisa kau pahami. ‘Cukup hanya dengan seperti ini’, begitu mantranya, kau rapal setiap hari, layaknya itu adalah jawaban dari pertanyaan saat kau mati nanti. Nyatanya, kalimat itu pun tidak menjawab apa-apa. Tidak menenangkan apa-apa. Kini tiba saatnya waktu goyah, pijakanmu itu... mengkhianati janji yang pernah kalian ikrarkan. Menggenapkan bekas menjadi satu-satunya yang sudi membantumu menyelesaikan tugas paling sulit setelah semua ini: mengembalikan pagi seperti sedia kala. Dan, bagaimana kau melakukannya jika salah satu potongan telah meninggalkan mozaiknya? Kau menyumpahi pertanyaan ini. Sial sekali, bukan? Di saat kau ingin berhenti, malah tidak ada yang benar-benar bisa berhenti. Bahkan untuk sebuah pertanyaan. Kau tahu kenapa? Karena dari awal kisah ini, yang kau temukan adalah euforia. Rasa indah yang pada akhirnya akan kau benci selamanya.

(Pekanbaru, 20012016)