Tuesday 30 July 2013

Cerita Ngambang

Ini bukan cerpen, apalagi puisi atau apa, ini tentang masa depan saya. Iya.
Seperti ini, nasib draft-draft yang tersampirkan di lapy saya. Ngambang. Tidak jelas, entah masih hidup atau tidak. Kasihan sekali mereka. Karena saya, kekejaman saya, nasib mereka harus terlunta-lunta, lalu menjadi mummy untuk waktu yang… lama. Saya tidak bermaksud sebenarnya, sungguh. Tapi bagaimanalah, banyak sekali rintangannya.

'Alasan' itu berserakan di jalan, dijual gratisan. Glek.―tweeted by @andrianyuni (20) Tuesday, July 30th 2013 2:25 PM

Ada beberapa cerita yang tidak saya lanjutkan pembuatannya, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari-jari tangan. Untunglah. Tidak dilanjutkan karena saya mandek, tidak tahu itu mau bagaimana lagi. Atau saya lupa, itu cerita mau dibawa kemana sebenarnya. Ini serius. Alhasil, berhenti sekali saya sudah malas untuk memulainya kembali. Walau sudah dicoba dari awal lagi. Begitu seterusnya kepada cerita-cerita berikutnya, menjalar seperti virus. Namun tidak semuanya gagal, masih ada yang bisa diselamatkan. Walau cuma satu-dua.

Kutub dan Jodoh

Ada yang bilang, menemukan jodoh itu seperti menemukan dua kutub yang berbeda. Utara dan selatan. Bertolak belakang. Entah siapa yang mengatakannya.

Bagi saya, Mamak dan Bapak adalah dua orang yang memiliki banyak perbedaan. Seperti dari segi sifat, cara berpikir, kesukaan, maupun makanan yang dimakan. Juga yang lainnya.

Misal dari segi sifat, Bapak itu pribadi yang pendiam. Namun pendiam bukan dalam konteks tidak banyak bicara, melainkan introver. Bukan juga Bapak tidak banyak ceritanya, aku sering sekali mendengar cerita Bapak dari zaman masih kecil, tumbuh, sampai dewasa. Tapi tidak cerita-cerita yang lebih mendalam, berperasaan. Seperti harapan yang benar-benar Bapak harapkan, atau tentang cobaan yang selama ini Bapak  rintang, betapa Bapak kesusahan, betapa Bapak pernah lelah dengan ini semua. Tapi Bapak tidak pernah mengisahkannya kepada kami anak-anaknya.  Mungkin ada sekali dua. Mungkin aku yang lupa. Maka akan beda sekali dengan Mamak. Mamak adalah tipikal ibu-ibu cerewet yang narsis, sangat malah. Suka sekali bercerita sana-sini, kalau tidak ingin dibilang bergosip. Jika Bapak introver jadilah Mamak kebalikannya, ekstrover. Dengan terbuka Mamak akan mengatakan apa saja yang ingin dikatakan, mengatakan apa yang saja yang dipikirkan, dan mengatakan apa saja yang dirasakan. Bahkan kadang suka berlebihan. Lantas dengan perbedaan itu, Bapak dan Mamak sampai sekarang masih bersama.

Tawar-menawar

Sebenarnya hari ini mood saya sedang tidak bagus, mendung, tapi saya coba saja menulisnya.

Tadi pagi menjelang siang, adik saya yang laki-laki merengek minta ditemani pergi ke pasar membeli baju. Tidak merengek sih, tapi dia lebih terkesan memaksa, padahal saya sedang tidak dalam mood belanja. Tapi berhubung saya kakak yang bertanggung jawab―terlihat dari cara adik-adik saya merengek (lagi-lagi) kepada saya―akhirnya saya meng-iya-kan juga bujukan tersebut, dengan ogah-ogahan.

Sekitar pukul 10 lebih 20 menitan, saya dan kedua adik saya pergi ke pasar. Ya, saya punya dua adik, sepasang. Dan adik saya yang perempuan juga ikutan minta ditemani. Pergilah kami bertiga di pagi menjelang siang itu ke pasar dengan menggunakan angkot (anakutan umum), untuk tidak pakai desak-desakan. Pasar? Iya. Kalau di kampong kami belanjanya di pasar.

Sesampai di pasar kami lekas menyeruak di antara orang-orang yang tidak dikenal di sana, melewati beberapa toko pakaian sambil melihat-lihat. Kali saja ada yang cocok di hati. Tapi itu bukan tugas saya, melainkan kedua adik saya. Karena peran saya hanya menemani, tidak membeli. Jadilah kami sedikit berdebat pakaian siapa duluan yang mau dicari. Cewek atau cowok? Dan keputusan jatuh pada pakaian cowok. Adik saya yang ini memang lebih tanggap mengambil keputusan walaupun dia paling bungsu, meski tidak semua keputusannya bisa dibenarkan.

Sunday 28 July 2013

Late Post

Sesuai dengan judul postingan ini, maka saya menulis note ini. Iya, seharian ini saya sangat sibuk dan tidak bisa terlalu lama bercengkrama dengan Lapy. Giliran tadi saya sudah buka laptop, jaringan malah ngadat dan alhasil jadi malas ngetik juga. Maka saya membuka folder lain yang ada di lapy, Video!

Awalnya saya buka-buka folder clips yang berisikan koleksi video klip dari beberapa penyanyi luar negeri. Lalu saya memilih memutar video One Direction, semua yang saya punya. Setelah selesai memutar sekitar empat video, lantas saya pindah ke folder lain. Bingung sejenak, akhirnya saya kembali menjatuhkan pilihan yang kali ini pada folder RM (Running Man). Iya, reality show dari korea yang terkenal itu. Terkenal? Entahlah, sebenarnya saya juga kurang tahu. Yang jelas saya bukan Korean Freak! Video RM ini ada di lapy juga atas dorongan teman saya yang menyuruh untuk menontonnya. Ya sudahlah.

Saturday 27 July 2013

Wacana dari Langit

Langit mengerjap, mengabarkan akan ada cerita baru lagi. Kali ini tentang manusia. Dipilih satu dari berjuta-juta kisah yang ada. Simaklah!

Langit berarak, menandakan waktu melakukan tugasnya dengan baik. Awan saling bergelung, mesra, menangkap setiap kata yang mengambang keluar dari desah manusia. Langit mengerti kisah itu. Kisah terbuang yang tidak pernah didengar di bumi yang kejam. Tidak ada yang bersedia di sana, tapi tidak di singgasana angkasa. Langit tahu betul tentang ketakutan yang disingkarkan itu, tentang manusia-manusia yang tidak punya pilihan selain bertahan. Awan telah membongkar rahasia tersebut, tanpa diminta. Selalu.

Langit meremang, hari ini matahari keluar dengan garang. Bersama teriknya siap menakut-nakuti mereka yang berani menantang. Bagaimana manusia tadi? Bukan, bukan dia ingin membujuk damai sang matahari, kalau boleh jujur dia juga tidak sudi. Tapi, adakah dia bisa memilih? Huh, tentu saja itu hanya mimpi. Sebaiknya manusia tadi tidak susah-susah berpikir untuk berlindung di ruangan dengan suhu sejuk yang tinggi, karena hadiah yang terkirim hanyalah trotoar panas dengan asap yang mengeri.

Thursday 25 July 2013

Kemana Aku yang… Dulu?

Miss the old I am…
            Udah buka file-file lama? Udah.
            Udah liat foto-foto labil zaman dulu? Udah.
            Udah mutar lagu-lagu galau? Udah.
            Udah coba buat nulis lagi? Uud… eemph?
            Ini dia masalahnya, aku enggak pernah benar-benar tahu―apa aku udah nyoba atau belum? Apa usaha aku sekarang masih sama kayak usaha waktu aku baru mulai dulu?― Dan masalah terbesarnya adalah… diri aku sendiri.
            Kadang aku heran, padahal udah sadar ini―menyadari kesalahan, tapi tetap aja enggak bisa nemuin jalan keluarnya. Karena menyadari kesalahan sendiri aja belum cukup. Well, kenapa pula aku harus tahu istilah itu. Hhh…
            Sekarang aku terdampar di pemikiran antah-berantah yang nyaris tidak tertolong. Dan parahnya, yang bisa jadi super heronya―selain Allah pemberi keajaiban―cuma aku. Kenapa harus aku? Aku enggak bisa. Karena sampai hari ini bahkan aku belum bisa menaklukkan diri sendiri. Ini menyedihkan.

Tuesday 16 July 2013

Dia Menangis

Seperti hari-hari sebelumnya, subuh ini pun kami bangun pukul empat pagi untuk sahur. Kali ini, lagi-lagi―untuk yang kedua kalinya―adikku yang laki-laki yang pertama terbangun. Aku bisa mendengar saat ia membangunkan Mamak, lalu Mamak menyaut dengan suara serak yang pelan. Alarm-ku belum bunyi jadi aku enggan untuk turut bangun, mungkin beberapa menit lagi.
            Setelah melakukan segala ritual sebelum makan sahur (seperti berbasuh dan menyiapkan makan), sekitar pukul 4.20 kami berempat―aku, Mamak, adik laki-laki dan perempaunku―menyantap hidangan sahur. Sahur kali ini sedikit telat. Seperti biasa juga, sambil mendengar ceramah dari radio HP, acara makan subuh ini diselingi pembicaraan yang tidak terlalu penting oleh adik-adikku, Mamak sibuk dengan nasi dan raket listriknya―sambil makan Mamak sesekali melayangkan raket itu ke udara dengan agak frustasi, rumah kami memang banyak nyamuk―sedangkan aku lebih banyak diam―kadang menyela Mamak yang heboh sendiri. Ceramah subuh ini mengenai Manusia yang hanya mengejar kehidupan dunia, Mamak mengangguk-angguk seperti sangat paham. Sekarang kami semua yang menyela mamak.
            Pukul 4.50 sirene imsyak terdengar, seluruh kegiatan makan dan minum berhenti. Terakhir aku melihat Mamak yang masih meniup air di gelas saat sirene berakhir, lalu mamak memutuskan tidak menghabiskan air yang masih panas itu. Kemudian satu-satu dari kami bergerak dengan kesibukan masing-masing.

Sunday 14 July 2013

Green Park

Alice membanting pintu di belakangnya dengan sengaja, meninggalkan kedua orang dewasa yang sedang bertengkar itu. Entah apa yang sedang mereka perdebatkan, ia hanya berusaha tidak peduli. Alice benci masalah orang dewasa, membuat ia membayangkan betapa mengerikannya jika nanti hari itu harus menimpanya juga. Menjadi seorang dewasa yang menyebalkan. Umur Alice masih bersekolah, tapi kehidupan sudah memperlakukannya seperti seseorang yang harus memikirkan masalah rumah tangga dan tagihan. Akhir-akhir ini Alice merasa terlalu banyak tahu tentang apa yang terjadi di kamar orangtuanya. Dan, tidak ada hari yang lebih buruk daripada itu.

Remaja itu melangkah memasuki taman komplek rumahnya, tidak akan ada orang dewasa yang saling berteriak di depan banyak anak-anak―setidaknya begitu pikir Alice. Terlihat plang kayu berwarna coklat tua bertuliskan Green Park dari kejauhan. Bagi Alice mendapati plang itu, jauh lebih menenangkan daripada melihat pagar rumahnya. Taman yang terletak di tengah-tengah komplek, di mana terdapat lapangan rumpuh hijau yang luas, pohon-pohon rindang yang mengelilingi, bangku-bangku panjang, wahana bermain, serta beberapa lampu taman. Tempat itu selalu terlihat hidup dengan segala benda mati yang ada di sana.

Alice memilih duduk sendirian di bangku sudut taman, di bawah pohon Trambesi yang teduh. Sebenarnya, sore itu ia tidak ingin terlihat terlalu menyedihkan, namun hanya bangku tersebutlah yang kosong. Tidak ada pilihan lain. Dari sana Alice dapat melihat taman itu sekarang dipenuhi gerombolan anak kecil yang berkejaran, bermain ayunan, jungkat-jungkit, seluncuran, dan lainnya, serta beberapa ibu yang sedang menemani anak mereka. Alice yakin tidak akan menemukan teman di sana. Tidak akan ada anak umur 12 tahun yang mau rebutan ayunan dengan anak-anak yang masih ingusan, tebaknya.

Buah dari Kekalahan (Misi Penyelamatan)

Aku kalah.
            Iya, untuk yang kesekian kalinya aku tersingkirkan, dinobatkan sebagai orang yang belum beruntung dalam pertempuran. Sebenarnya, aku sudah memprediksinya, karena sudah terlalu sering sepertinya. Tapi, ada dari dalam diri aku yang masih berharap, secuil saja, sekali-kali nasib itu bisa berubah. Diurutan terakhir pun juga tidak masalah, asal jangan kalah. Dan nasib tidak dapat dikompromi ternyata.
            Kali ini aku terdiam, meratapi apa yang terjadi sebenarnya, siapa yang salah sebenarnya. Maka aku kembali mundur. Membuka file-file lama di facebook, postingan-postingan ceritaku. Di sana duniaku berawal, di sana mimpi itu lahir, aku pulang ke kampung halaman. Likes dan coments pembaca yang pertama membuat aku cekikikan sendiri, dukungan mereka yang membuat aku terharu. Walau itu hanya dari segilintir orang, sekalipun dari orang yang tidak dikenal. Itu terlalu berharga untuk dilupakan, sayangnya… aku melakukannya.
            Aku terhenti, namun tidak benar-benar berakhir. Aku lupa ada pepatah yang mengatakan Tajam pisau karena diasah. Itu yang terjadi, aku seakan kehilangan sense of writing saat ingin memulainya lagi setelah telah lama tidak melakukangnya. Dan saat aku tetap mengusahakannya tulisan itu tetap jadi, namun ada yang berubah. Ada perasaan yang hilang saat aku kembali. Aku tidak tahu apa yang salah, rasanya tidak seperti dulu. Hal ini yang membuat aku terhenti lama, membuat saat aku ingin menulis namun tidak bisa melakukan apa-apa. I hate maself.

Saturday 13 July 2013

Untuk Ramadhan Mamak

Aku memperhatikan kedai mungil ini, beberapa tahun lalu bahkan belum terlindung oleh papan-papan tua seperti sekarang. Alhamdulillah, kedai mamak sekarang sudah ada kemajuan. Bahkan sudah diberi nama walau hanya ditulis pada papan kedai menggunakan cat, Warung Jadi. Sebuah do’a―semoga warung mamak menjadi seperti yang diharapkan―begitu definisi mamak. Dua tahun lalu, saat keluargaku baru pindah di komplek ini, Mamak membuka kedai kecil-kecilan di depan rumah kontrakan kami. Mamak berjualan sembako, kedainya sederhana dan tidak terlalu banyak barang yang dijual. Kedai mamak hanya berupa rak yang disusun di luar sehingga apabila malam tiba dan kedai akan ditutup, seluruh barang harus diangkut lagi ke dalam rumah. Kadang ada barang yang rusak karena sering dipindahkan. Syukur sekarang tidak seperti itu lagi.
            Langit semakin pudar, menyiapkan sore yang akan segera pulang. Aku duduk sendiri di kursi plastik yang sudah terkelupas di mana-mana, tempat dudukan untuk aku, adik-adikku, atau mamak berjaga kedai. Jalanan komplek sepi, hanya ada anak-anak yang sedang bermain atau pulang mengaji halulalang sesekali. Kadang mereka lewat sambil melirik jajanan yang tergantung di kedai, seperti tergiur, namun memutuskan tidak membelinya. Mungkin uang mereka sudah habis untuk jajan di tempat mengaji, atau mereka lebih memilih membeli gorengan di ujung gang komplek.
            Baru dua minggu aku di kampung ini, pasca liburan panjang semester genap. Tahun ini aku tidak mengambil semester pendek, jadi liburan kali ini bisa menjadi sangat puas atau malah kebosanan. Aku menyeruput minuman gelas kemasan rasa jeruk di tanganku, masih menikmati sore yang terasa lebih hening dan berbeda. Tentu saja berbeda dengan suasana sore di kota tempat aku berkuliah. Dari arah jalan komplek sayup-sayup terdengar percakapan dua orang ibu-ibu, kelamaan makin jelas namun aku tidak terlalu mengerti apa yang mereka bicarakan. Ibu-ibu itu berbicara memakai bahasa daerah dan aku tidak begitu menguasainya. Mereka hanya saling bercerita, namun terdengar seperti sedang bertengkar karena suara yang begitu mengelegar. Aku tersenyum simpul, begitu lah orang Batak.

Thursday 11 July 2013

Ramadhan’s Note

Alhamdulillah, ketemu Ramadhan tahun ini.
            Beberapa tahun lalu catatan Ramadhan gue masih ngisi buku Amaliyah, dikasih dari sekolah. Sekarang udah beda, udah enggak mesti terpaksa tarawih lagi demi itu buku. Kadang kangen juga masa-masa itu.
            Nah, tahun ini gue buat catatan Ramadhan juga tapi dengan tema yang beda. Lebih tepatnya sih, enggak nyambung. Akhir-akhir ini gue kepikiran sama kemampuan bahasa Inggris gue yang lemah, udah masuk status siaga malah. Gue mulai mikir kayaknya perlu banget memperbaiki hal tersebut. Secara bahasa Inggris itu penting. Makanya, berhubung liburan gue kali ini panjang banget, gue berniat mengisinya dengan belajar bahasa Inggris. Yay~
            Dan catatan Ramadhan ini dimulai dengan Tenses, karena bagi gue tenses adalah dasar dari segala dasar belajar bahasa inggris. Mundur jauh sih, tapi enggak pa-pa lah. Toh, gimana kita bisa menguasai yang sulit sedangkan yang mudah masih belepotan. Sebenarnya sih gue masih ingat tentang materi ini, cuma ada beberapa bagian yang gue kurang paham waktu gue pelajari di sekolahan. Contohnya, pada kalimat seperti apa saja setiap tenses itu digunain.
            So, semoga target gue buat Ramadhan tahun ini dapat tercapai. Enggak cuma target duniawi aja, tapi juga target buat ngejar akhirat nanti. Banyak-banyak beramal, banyak-banyak melakukan hal yang bermanfaat. Amiin.