Aku
kalah.
Iya, untuk yang kesekian kalinya aku
tersingkirkan, dinobatkan sebagai orang yang belum beruntung dalam pertempuran.
Sebenarnya, aku sudah memprediksinya, karena sudah terlalu sering sepertinya.
Tapi, ada dari dalam diri aku yang masih berharap, secuil saja, sekali-kali
nasib itu bisa berubah. Diurutan terakhir pun juga tidak masalah, asal jangan
kalah. Dan nasib tidak dapat dikompromi ternyata.
Kali ini aku terdiam, meratapi apa
yang terjadi sebenarnya, siapa yang salah sebenarnya. Maka aku kembali mundur.
Membuka file-file lama di facebook, postingan-postingan ceritaku. Di sana
duniaku berawal, di sana mimpi itu lahir, aku pulang ke kampung halaman. Likes dan coments pembaca yang pertama membuat aku cekikikan sendiri,
dukungan mereka yang membuat aku terharu. Walau itu hanya dari segilintir
orang, sekalipun dari orang yang tidak dikenal. Itu terlalu berharga untuk
dilupakan, sayangnya… aku melakukannya.
Aku terhenti, namun tidak
benar-benar berakhir. Aku lupa ada pepatah yang mengatakan Tajam pisau karena diasah. Itu yang terjadi, aku seakan kehilangan sense of writing saat ingin memulainya
lagi setelah telah lama tidak melakukangnya. Dan saat aku tetap mengusahakannya
tulisan itu tetap jadi, namun ada yang berubah. Ada perasaan yang hilang saat
aku kembali. Aku tidak tahu apa yang salah, rasanya tidak seperti dulu. Hal ini
yang membuat aku terhenti lama, membuat saat aku ingin menulis namun tidak bisa
melakukan apa-apa. I hate maself.
Mungkinkah itu yang membuat aku
kalah? Selain nasib tentunya. Ada yang hilang dalam tulisan-tulisanku baru-baru
ini, dan aku bahkan tidak bisa menyelamatkan mereka. Bagaimana kalau aku juga
tidak bisa menyelamatkan mimpi yang sudah lahir itu? Membiarkannya mati sama
saja dengan bunuh diri. Itu ketakutanku. Adakah jalan keluar itu?
Pencerahan bisa datang dari pintu
mana saja, termasuk kekalahan, bukan? Sakit memang saat harus menghadapi
(lagi-lagi) pernyataan bahwa anda kurang
beruntung, usaha anda kurang kuat, karya anda tidak lebih baik dari yang lain. Kira-kira
seperti itu pernyataan kekalahan yang aku bayangkan. Toh, kenyataannya memang
seperti itu. Dan, tudingan-tudingan itu agaknya membuat aku lelah. Kembali ke
belakang untuk menemukan bagaimana aku memulainya dulu. Aku melakukannya. Tidak
ada yang salah dengan melihat masa lalu. Percayalah!
Where
there’s a will, there’s a way. Klise memang, tapi mujarab. Jalan keluar itu
ada pada diri aku sendiri. Tergantung pada tekat dan usaha yang aku lakukan. Well, no body knows ‘bout tomorrow. Misinya
adalah menyelamatkan diri aku sendiri, agar bisa menyelamatkan apa yang harus
aku perjuangkan nantinya. Tidak ada kata terlambat untuk berdiri lagi bagi yang
sudah terlalu jatuh, selama jalan itu masih ada. Dan, ternyatan kekalahan tidak
seburuk kedengarannya.
Cheers
@andrianyuni
No comments:
Post a Comment