Saturday 27 July 2013

Wacana dari Langit

Langit mengerjap, mengabarkan akan ada cerita baru lagi. Kali ini tentang manusia. Dipilih satu dari berjuta-juta kisah yang ada. Simaklah!

Langit berarak, menandakan waktu melakukan tugasnya dengan baik. Awan saling bergelung, mesra, menangkap setiap kata yang mengambang keluar dari desah manusia. Langit mengerti kisah itu. Kisah terbuang yang tidak pernah didengar di bumi yang kejam. Tidak ada yang bersedia di sana, tapi tidak di singgasana angkasa. Langit tahu betul tentang ketakutan yang disingkarkan itu, tentang manusia-manusia yang tidak punya pilihan selain bertahan. Awan telah membongkar rahasia tersebut, tanpa diminta. Selalu.

Langit meremang, hari ini matahari keluar dengan garang. Bersama teriknya siap menakut-nakuti mereka yang berani menantang. Bagaimana manusia tadi? Bukan, bukan dia ingin membujuk damai sang matahari, kalau boleh jujur dia juga tidak sudi. Tapi, adakah dia bisa memilih? Huh, tentu saja itu hanya mimpi. Sebaiknya manusia tadi tidak susah-susah berpikir untuk berlindung di ruangan dengan suhu sejuk yang tinggi, karena hadiah yang terkirim hanyalah trotoar panas dengan asap yang mengeri.
 Langit merapat, sebentar lagi senja akan berderap. Membawa buliran peluh itu pulang ke naungan. Senyap. Manusia itu sibuk dengan napasnya yang lelah megap-megap. Kulitnya pun sudah menggelap. Hanya itu yang bisa jadi taruhan. Di tengah temaram dia mencoba mencari pegangan, berharap masih bisa bertahan. Di tapak bumi yang nyaris kekeringan harapan dan perasaan. Di tempat ia berlindung juga tersungkur karena ketakutan. Percayalah! Semua itu bukan tentang pilihan.

Langit menyarat, bersama hitam dan sisa-sisa kelam. Tanpa bintang. Masih dengan manusia yang sama, manusia dengan kidungan nestapa. Dingin menelisik sukma, namun dia tampak tak terperangah. Mungkin sudah kebal atau apa. Karena kepada malam, dia suka bercerita. Tentang rindu-rindunya yang urung terjamah, tentang hari esok yang ia kirimkan mantra. Harapan-harapan yang mulai berkarat, sebenarnya. Hingga mata pun jatuh terlelap.


Begitu lah wacana dari langit untuk kita, sebuah kisah sederhana dari dunia sebrang. Tidak jauh sesungguhnya, hanya beberapa jengkal. Namun kita lebih suka berpura-pura. Lebih kenal dengan yang namanya dosa. Bagaimanalah. Karena di kehidupan ini, manusia sudah cukup dengan sandiwara sederhana saja.  Tidak mengapa.

No comments:

Post a Comment