Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit:
Republika Penerbit
Editor : Triana Rahmawati
Halaman:
400 halaman
Tahun : 2015
Sinopsis:
Aku tahu sekarang,
lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih
banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.
Sebuah kisah tentang
perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat
semua kebencian dan rasa sakit.
Mengisahkan
Bujang, seorang remaja dari pedalaman pulau Sumatra. Awalnya hidup Bujang sama
dengan remaja pedalaman seumurnya, sampai suatu hari seorang teman Samad, bapak
Bujang, datang dari kota. Orang itu, Tauke Muda datang untuk menggenapkan janji
Samad di masa lalu kepada keluarganya. Samad yang masa lalunya adalah seorang
tukang pukul. Tauke Muda membawa Bujang ke kota, sejak saat itu lah hidup
Bujang berubah.
Selanjutnya
Bujang dibesarkan di keluarga Tauke Muda, yang disebut keluarga Tong. Sampai di
kota Bujang belajar banyak hal, tidak hanya tentang akademik, Bujang juga
belajar menjadi tukang pukul yang hebat untuk keluarga Tong. Dengan kemampuan
otak dan fisiknya, Bujang menguasai setiap ilmu yang diberikan oleh orang-orang
profesional yang mengajarinya. Dari bidang akademik Bujang belajar hingga mendapat
dua gelar Master di luar negeri, dia juga belajar bela diri, ilmu ninja, serta
menembak. Bujang tumbuh menjadi seorang pemuda intelek dengan kemampuan tinggi
yang lihai menyelesaikan masalah-masalah besar keluarga Tong.
Setiap
waktu yang dilewati Bujang tidak selalu mulus. Bujang harus ditinggal oleh
mamaknya untuk selama-lamanya, sebelum sempat bertemu kembali. Tidak lama
kemudian bapaknya juga menyusul. Bujang mengalami masa-masa paling sulit dalam
hidupnya. Meski terpuruk untuk beberapa waktu, dia mampu kembali bangkit.
Pertumbuhan
keluarga Tong semakin pesat dari tahun ke tahun, begitu juga dengan Bujang yang
sudah menjadi orang kepercayaan Tauke Muda. Peristiwa-peristwa datang silih beganti yang mendera
Bujang menjadikannya semakin kuat. Sampai pada perebutan takhta di keluarga
Tong dimulai, pengkhianatan muncul, dan Pertarungan demi pertarungan tidak lagi
terelakkan. Ditambah dengan rasa kehilangan yang hebat kembali menimpanya,
membuat Bujang mempertanyakan kali ini bagaimana dia bisa menghadapi semuanya,
bagaimana Bujang bisa memeluk seluruh rasa sakitnya.
***
Tere
Liye kembali mengajak para pembacanya untuk menyelami sebuah kata, kali ini
bertajuk Pulang. Ini yang saya sukai dari novel-novel Tere Liye. Tidak hanya
disuguhi cerita dengan diksi-diksinya yang khas, melainkan juga dengan pemahaman-pemahaman
yang lebih dalam tentang kehidupan. Pulang dalam novel ini diinterpretasikan ke
dalam perjalanan seorang pemuda bernama Bujang yang menjalani kehidupannya yang
berubah drastis dari remaja pedalaman hingga Pemuda profesional yang disegani
banyak orang. Sudah banyak pertarungan yang dia menangkan, baik dengan otot
maupun otak. Meski begitu, di saat dia kehilangan seluruh orang yang paling dia
cintai, dia seperti kehilangan tujuan hidupnya juga. Bujang kembali merasakan
takut yang sudah lama tidak pernah dia rasakan, Bujang tidak tahu kemana lagi
dia harus pulang. dari sana lah, banyak pemahaman yang dapat kita petik dalam perjalanan
Bujang menuju Pulang.
“Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah
berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup
mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan.
Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran
lainnya akan mudah saja.” (Halaman 219)
“Hidup ini adalah prjalanan yang panjan dan tidak
selalu mulus. Pada hari ke beberapa dan pada jam ke berapa, kita tidak pernah
tahu, rasa sakit apa yang harus kita lalui. Kita tidak tahu kapan hidup akan
membanting kita dalam sekali, membuat terduduk, untuk kemudian memaksa kita untuk
mengambil keputusan. Satu-dua keputusan itu membuat kita bangga, sedangkan
sisanya lebih banyak menghasilkan penyesalan.” (Halaman 262)
“Akan selalu ada hari-hari menyakitkan dan
kita tidak tahu kapan hari itu menghantam kita. Tapi akan selalu ada hari-hari
berikutnya, memulai bab yang baru bersama matahari terbit.” (Halaman 345)
“Sungguh, sejauh apa pun kehidupan
menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu
memangggil kami pulang.” (Halaman 400)
Bujang
yang berhasil memaknai pulangnya, memeluk erat segenap kesedihan dan
kegembiraannya, memahami mengapa dulu mamaknya melarang keras dia memakan yang
haram, pada akhirnya Bujang menemukan jalan pulangnya sendiri. Dalam cerita
ini, pulang tidak lagi hanya tentang kembali ke rumah yang kita cintai, atau kembali
ke pangkuan orang-orang yang kita sayangi. Pulang kali ini adalah tentang kembali
ke jalan Tuhan. Pulang yang mampu menuntun pada jalan dan pemahaman yang benar.
Cerita
Pulang juga diisi dengan adegan-adegan perkelahian seru yang mampu membuat
penasaran, membuat bertanya-bertanya di setiap pertarungan: bagaimana Bujang
akan mengalahkan musuhnya? Bagaimana Bujang bisa menaklukkan si pengkhianat
Basyir? Bagian-bagian itu yang membuat saya ingin terus kembali menarik lembar
demi lembar novel ini ke halaman selanjutnya.
Keseruan
ceritanya mengingatkan saya pada dua novel terdahulu Tere Liye yang berjudul
Negeri Para Bedebah dan sekuelnya Negeri di Ujung Tanduk. Menurut saya, latar belakang
pendidikan penulis, menjadikan karakter utama dalam cerita ini pun hampir sama
dengan dua novel tersebut, yaitu ahli di bidang Ekonomi dan penyelesaian
masalah yang tidak hanya mampu menggunakan otak tapi juga otot. Namun, saya
merasa dalam Pulang kesan action-nya lebih ditonjolkan.
Secara
keseluruhan saya menyukai karya Tere Liye ini, selalu. Akhir cerita Pulang
ditutup dengan scene yang membuat
saya kembali bertanya-tanya, apakah kali ini juga akan ada sekuelnya? Kita tunggu
saja apakah kisah keluarga Tong masih ada kelanjutannya.
***
-Andrianyuni-
(PSP,
20082016)
No comments:
Post a Comment