Saturday 20 August 2016

Menemukan Pulang (Resensi Novel Pulang – Tere Liye)

Judul   : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit: Republika Penerbit
Editor  : Triana Rahmawati
Halaman: 400 halaman
Tahun  : 2015
Sinopsis:
Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
Mengisahkan Bujang, seorang remaja dari pedalaman pulau Sumatra. Awalnya hidup Bujang sama dengan remaja pedalaman seumurnya, sampai suatu hari seorang teman Samad, bapak Bujang, datang dari kota. Orang itu, Tauke Muda datang untuk menggenapkan janji Samad di masa lalu kepada keluarganya. Samad yang masa lalunya adalah seorang tukang pukul. Tauke Muda membawa Bujang ke kota, sejak saat itu lah hidup Bujang berubah.

Selanjutnya Bujang dibesarkan di keluarga Tauke Muda, yang disebut keluarga Tong. Sampai di kota Bujang belajar banyak hal, tidak hanya tentang akademik, Bujang juga belajar menjadi tukang pukul yang hebat untuk keluarga Tong. Dengan kemampuan otak dan fisiknya, Bujang menguasai setiap ilmu yang diberikan oleh orang-orang profesional yang mengajarinya. Dari bidang akademik Bujang belajar hingga mendapat dua gelar Master di luar negeri, dia juga belajar bela diri, ilmu ninja, serta menembak. Bujang tumbuh menjadi seorang pemuda intelek dengan kemampuan tinggi yang lihai menyelesaikan masalah-masalah besar keluarga Tong.
Setiap waktu yang dilewati Bujang tidak selalu mulus. Bujang harus ditinggal oleh mamaknya untuk selama-lamanya, sebelum sempat bertemu kembali. Tidak lama kemudian bapaknya juga menyusul. Bujang mengalami masa-masa paling sulit dalam hidupnya. Meski terpuruk untuk beberapa waktu, dia mampu kembali bangkit.
Pertumbuhan keluarga Tong semakin pesat dari tahun ke tahun, begitu juga dengan Bujang yang sudah menjadi orang kepercayaan Tauke Muda.  Peristiwa-peristwa datang silih beganti yang mendera Bujang menjadikannya semakin kuat. Sampai pada perebutan takhta di keluarga Tong dimulai, pengkhianatan muncul, dan Pertarungan demi pertarungan tidak lagi terelakkan. Ditambah dengan rasa kehilangan yang hebat kembali menimpanya, membuat Bujang mempertanyakan kali ini bagaimana dia bisa menghadapi semuanya, bagaimana Bujang bisa memeluk seluruh rasa sakitnya.
***
Tere Liye kembali mengajak para pembacanya untuk menyelami sebuah kata, kali ini bertajuk Pulang. Ini yang saya sukai dari novel-novel Tere Liye. Tidak hanya disuguhi cerita dengan diksi-diksinya yang khas, melainkan juga dengan pemahaman-pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Pulang dalam novel ini diinterpretasikan ke dalam perjalanan seorang pemuda bernama Bujang yang menjalani kehidupannya yang berubah drastis dari remaja pedalaman hingga Pemuda profesional yang disegani banyak orang. Sudah banyak pertarungan yang dia menangkan, baik dengan otot maupun otak. Meski begitu, di saat dia kehilangan seluruh orang yang paling dia cintai, dia seperti kehilangan tujuan hidupnya juga. Bujang kembali merasakan takut yang sudah lama tidak pernah dia rasakan, Bujang tidak tahu kemana lagi dia harus pulang. dari sana lah, banyak pemahaman yang dapat kita petik dalam perjalanan Bujang menuju Pulang.
Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.” (Halaman 219)
Hidup ini adalah prjalanan yang panjan dan tidak selalu mulus. Pada hari ke beberapa dan pada jam ke berapa, kita tidak pernah tahu, rasa sakit apa yang harus kita lalui. Kita tidak tahu kapan hidup akan membanting kita dalam sekali, membuat terduduk, untuk kemudian memaksa kita untuk mengambil keputusan. Satu-dua keputusan itu membuat kita bangga, sedangkan sisanya lebih banyak menghasilkan penyesalan.” (Halaman 262)
Akan selalu ada hari-hari menyakitkan dan kita tidak tahu kapan hari itu menghantam kita. Tapi akan selalu ada hari-hari berikutnya, memulai bab yang baru bersama matahari terbit.” (Halaman 345)
Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memangggil kami pulang.” (Halaman 400)
Bujang yang berhasil memaknai pulangnya, memeluk erat segenap kesedihan dan kegembiraannya, memahami mengapa dulu mamaknya melarang keras dia memakan yang haram, pada akhirnya Bujang menemukan jalan pulangnya sendiri. Dalam cerita ini, pulang tidak lagi hanya tentang kembali ke rumah yang kita cintai, atau kembali ke pangkuan orang-orang yang kita sayangi. Pulang kali ini adalah tentang kembali ke jalan Tuhan. Pulang yang mampu menuntun pada jalan dan pemahaman yang benar.
Cerita Pulang juga diisi dengan adegan-adegan perkelahian seru yang mampu membuat penasaran, membuat bertanya-bertanya di setiap pertarungan: bagaimana Bujang akan mengalahkan musuhnya? Bagaimana Bujang bisa menaklukkan si pengkhianat Basyir? Bagian-bagian itu yang membuat saya ingin terus kembali menarik lembar demi lembar novel ini ke halaman selanjutnya.
Keseruan ceritanya mengingatkan saya pada dua novel terdahulu Tere Liye yang berjudul Negeri Para Bedebah dan sekuelnya Negeri di Ujung Tanduk. Menurut saya, latar belakang pendidikan penulis, menjadikan karakter utama dalam cerita ini pun hampir sama dengan dua novel tersebut, yaitu ahli di bidang Ekonomi dan penyelesaian masalah yang tidak hanya mampu menggunakan otak tapi juga otot. Namun, saya merasa dalam Pulang kesan action-nya lebih ditonjolkan.
Secara keseluruhan saya menyukai karya Tere Liye ini, selalu. Akhir cerita Pulang ditutup dengan scene yang membuat saya kembali bertanya-tanya, apakah kali ini juga akan ada sekuelnya? Kita tunggu saja apakah kisah keluarga Tong masih ada kelanjutannya.
***

-Andrianyuni-

(PSP, 20082016) 

No comments:

Post a Comment