Anggap saja ini semacam bertukar pemahaman, tentang
satu hal yang sederhana. Bisa jadi ada yang berpikir sama, atau bisa jadi di
pemikiran lain ada pemahaman yang lebih bijaksana, lebih dapat diterima, lebih
menggugah, dan sejenis lainnya. Berikut ilustrasinya:
Ada suatu
masa, dimana saat kamu melakukan satu kesalahan yang orang-orang biasa lakukan,
dan itu untuk yang pertama kalinya, tapi malah kamu satu-satunya orang yang
mendapat ganjaran. Sama sekali tidak menyenangkankan, bukan? Rasanya...
entahlah. Mau marah, tapi tidak tahu kepada siapa. Memang punya hak apa? Bagi yang pernah mengalaminya, mungkin pada
saat itu kamu merasa sedang sial, atau sangat sial, semacam sedang dijadikan
tumbal. Lalu pertanyaan itu pun mencuat, kenapa
harus aku? Kenapa??! Sebab tidak
ada yang mampu menjawab, beberapa saat kemudian akan kamu habiskan dengan menggalau,
mengeluh, mengadu, menggerutu, atau bahkan mengutuk. Rentetan ungkapan
penyesalan akan keluar, memenuhi pikiran. Andai
begini... andai begitu... harusnya si ini... harusnya si itu...
Hal-hal
seperti itu yang dapat membuat kita kehilangan makna ‘ganjaran’ sebenarnya. Maksudnya
begini, tidakkah kamu merasa ganjaran yang kamu terima itu semacam ‘teguran’?
Teguran pemberitahuan bahwa yang sedang kamu perbuat adalah kesalahan yang
seharusnya tidak kamu lakukan. Teguran agar dikemudian hari kesalahan tersebut tidak
lagi kamu ulangi. Sebab teguran rasanya tidak mengenakkan. Dan, siapa juga yang ingin mengulang?
Terkadang,
kita tidak benar-benar tahu bahwa kesalahan itu adalah kesalahan, sampai kita
melakukannya dan mendapat ganjaran atasnya. Dan, pada kenyataannya, tidak semua
orang yang melakukan yang mendapat ganjaran (teguran). Tidak semua orang
seberuntung itu. Bisa jadi, sampai di kemudian hari pun mereka tidak pernah
tahu, apa yang mereka lakukan sebelumnya itu tidak benar. Atau, bagi mereka
yang merasa tahu pun, bukan berarti mereka benar-benar sadar.
Tidak
mudah memang menelan bulat-bulat suatu ganjaran tanpa harus merasa kesusahan,
tanpa ada secuil kekesalan, atau tanpa merasa sedikit ketidakadilan, untuk hal
tersebut. Namun, beginilah bagian dari pembelajaran kehidupan. Allah memberi
petunjuk kepada umatnya dengan berbagai cara. Kita tidak pernah tahu skenario
seperti apa yang telah disiapkan, bagaimana nantinya kita bisa sampai pada satu
pemahaman. Jadi, tidakkah kamu merasa ini seperti keberuntungan? Sebab Allah
masih menegur kita dengan ganjaran, yang berarti Allah ingin kita kembali ke
jalan yang benar. Seperti bentuk dari kasih sayang. Dan, keberuntungan tidak
selalu tentang memenangkan undian.
Begitulah. Mungkin terdengar seperti
menghibur diri, atau paling tidak menenangkan hati. Tidak mengapa. Setidaknya,
kita percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi selalu membawa hikmah.
Sedikit tambahan, di saat sudah terlalu
banyak orang yang melakukan kesalahan yang sama, kesalahan yang itu-itu saja,
terkadang kesalahan tersebut menjadi kehilangan identitas dirinya. Bukan lagi
merupakan hal yang tidak boleh dilakukan, melainkan menjadi aneh bila tidak
dikerjakan. Iya, saat ini sudah banyak kesalahan yang sampai seperti itu. Tidak
semua kesalahan memang. Seiring beranjaknya usia kita diharapkan dapat
memilah-milah—mana kesalahan yang bisa diterima, dan mana yang tidak. Sebab,
dibalik beberapa kesalahan, ada tersimpan banyak pembelajaran.
Ps:
Bagi yang mendapat teguran, selamat menikmati konsekuensi yang sedikit tidak
mengenakkan! Jangan lupa bersyukur sekaligus meminta ampunan J
(Pekanbaru, 07092015)
Dan emang paling jengah kalo udah tau kalo lakuin A bakal salah, tetep dilakuin juga. Bodoh, tapi banyak yg kayak gitu
ReplyDeleteEmang gitu. Padahal salah, tapi kedengaran manusiawi banget :')
ReplyDelete