Thursday 15 March 2018

Where have You Been? (Extended)

Langkah-langkah yang gelisah itu, terpantul pada genangan bekas hujan, dalam mimpku tadi malam. Rasa-rasa sudah lama sekali tidak mendengar percikan itu. Sejenak aku ingin berdiam, mencuri kehangatan kenangan yang belakangan ini menggigil—entah karena apa. Mungkin karena rindu yang tak jua bermuara, atau mungkin karena hati yang masih sama-sama jengah. Lalu, seketika percikan tadi tak lagi dapat kudengar. Hanya resah yang tertinggal dalam bias genangan. Menyusul pagi yang menghapus sisa-sisa semalam.

Ada di suatu siang, aku teringat ketika titk-titik masa lalu mempertanyakan ujung jalan itu. Seakan sekumpulan prosa tengah melempari bait demi baitnya, merontokkan setiap rima: tentang kita. Mendeklarasikan bahwa mereka tak lagi punya makna. Kepada kata tercampakkan dan terlupakan, mereka mulai belajar untuk tidak merasakan apa-apa. Sedang kita hanya menatap datar. Bahkan lebih datar dari kehidupan kita sebelum ini. Tidak mengingat apa-apa, dan tidak perlu mengenang apa-apa. Kini ujung jalan itu tampak lebih jauh. Sejauh dua punggung yang saling berhadapan. Sejauh ‘kita’: penghubung yang memisahkan.


Kadang, sekelebat ide menyusup pada sepersekian detik saat pandangan saling bertukar. Hei, apakah kau sadar? Mata yang baru saja menghampiri matamu itu adalah mata yang dulu... oh, ya, ya, aku mulai lagi—meracau tentang hal-hal dulu. Sekelebat ide tadi, menunggu, layaknya ia mengenal waktu. Ide yang belakangan membuat aku merangkai beberapa pertanyaan yang harus kujawab sendiri. Sudahkah kita sama-sama saling menyumbangkan pengertian? Lalu, bagaimana dengan bertukar senyuman? Semacam senyuman yang dapat mengatakan—hei, ini aku. Kau masih ingat, kan? Aku tahu aku cukup sulit untuk dilupakan. Omong-omong, bisakah kita memiliki satu waktu untuk bertemu? Kau tahu, ada beberapa hal yang seharusnya kukatakan saat itu, namun tidak kukatakan. Juga ada beberapa hal yang kukatakan saat itu, yang seharusnya tidak kukatakan. Jadi... Oh, baiklah, berhenti di situ. Bisakah kau membayangkan akan seperti apa senyuman ini? Dan, yang berhasil menjawab sekelebat ide tersebut adalah sepersekian detik selanjutnya, sepersekian detik setelah tatapan matamu menghilang dariku. Tatapan yang tidak mengatakan apa-apa. Namun, pada akhirnya, ide layaknya tak kenal jemu, sebab hanya pada setiap sepersekian detik itulah ia bisa bertaruh.

Mencari adalah bagian paling epik dari kisah ini, bukan? Dimana ada saat aku begitu merindukan mimpi, dimana kata bisa melukai makna, dimana taruhan tak lagi sesuatu yang berharga. Aku masih mencari, entah itu siapa dan dimana. Aku memiliki cukup waktu untuk menerka-nerka tentang alasan mengapa semua ini terjadi. Ini seperti menyusun sebuah puzzle. Mencoba menemukan setiap kepingan yang akan saling menggenapkan. Setiap kepingan yang nantinya akan berada di tempat seharusnya ia berada. Tidak akan kemana-mana, tidak akan tertukar. Sebab, ia tahu kemana seharusnya bermuara, ia tahu dimana pencarian itu akan berlabuh, selamanya.

Lalu, pada akhirnya, aku bisa menanyakan apa yang selama ini ingin aku tanyakan.


(Jakarta, 06092017)

PS:
Original version: Where Have You Been?

No comments:

Post a Comment