Pernahkah kau membujuk hati? Iya, hati sendiri.
Susah, kan?
Saya
sering, berargumen dengan ego sendiri, saling keukeh tidak mau mengalah. Banyak
hal yang diperdebatkan, namun sebenarnya hanya satu masalahnya. Mengalahkan
hati. Saya tidak ingat kapan saya pernah menang, atau tidak pernah.
Kerap
tidak mengerti maunya hati, mungkin seperti itu. Hanya menebak, lalu salah
sangka. Karena tidak ada yang bisa membenarkannya, tidak ada yang tahu
bagaimana bentuk dari jawaban itu sebenarnya. Bahkan diri sendiri. Malah,
kadang saya lebih mudah memahami sifat orang lain, mau orang itu apa, dari apa
keinginan saya pribadi. Seakan jalan keluarnya adalah buntu.
Kali
ini saya mencoba, bisa dikatakan lebih keras daripada biasanya, sedikit. Mencoba
untuk membujuk hati, agar mau menerima kenyataan, agar tidak seenaknya saja
membuat saya menyerah. Karena itu,
seringnya menyebabkan saya lelah sebelum ada usaha yang berarti. Mengimplikasikan suatu keadaan yang, lagi-lagi harus saya yang kehilangan, harus saya yang terkalahkan. Hati itu egois sekali, bukan?
seringnya menyebabkan saya lelah sebelum ada usaha yang berarti. Mengimplikasikan suatu keadaan yang, lagi-lagi harus saya yang kehilangan, harus saya yang terkalahkan. Hati itu egois sekali, bukan?
Memang
ini suatu kelemahan, yang entah kapan bisa jadi kekuatan. Who knows? Saya tidak berharap banyak, sungguh. Hanya sedikit
merapal do’a, hati bersedia berkenalan dengan damai, lalu sudi bersahabat. Pelan-pelan
saja, tidak apa-apa. Karena, menurut saya, sampai sekarang mereka masih saling
jengah. Baru saling lirik, barangkali malu-malu untuk memulai. Semoga saja,
nantinya ada dari mereka yang sudah bosan dengan keadaan itu. Semoga saja, pada
akhirnya damai berhasil membujuk hati. Semoga.
No comments:
Post a Comment