Saturday 23 November 2013

Mendung yang Menular

Pagi ini, Sabtu keempat di bulan November datang menyapa, mendakwa mendung lah yang bertugas menyambut mentari. Mendung resmi memotong pita untuk hari ini. Selamat.

November benar-benar menunjukkan keahliannya. Di hampir penghujung bulan ini, kebanyakan hari-hari dihabiskan dengan hujan. Basah.  Saya agak kerepotan sebenarnya, mengingat jemuran dan jalanan yang lebih sering becek. Apalagi pada saat jalan ke kampus. Tapi lain dari itu, tidak masalah. Saya bersedia berteman dengan November dan hujan. Saling mengisi di antara gemuruh dan sunyi. Membuat memori yang nanti akan saya beri label ‘Rahasia Si Hujan Bulan Sebelas.’

Namun, ada yang berbeda dengan pagi ini. Mendung datang dan saya merasa tidak senang sama sekali. Bukan membenci, melainkan saya dibuat tidak baik-baik saja dengan keberadaan mendung. Seperti ada awan gelap yang juga menggantung di hati saya. Entah mengapa. Padahal, biasanya mendung bisa jadi penghibur yang hebat untuk sebuah pagi hari. Moodbooster. Bukan seperti ini. Ada apa dengan mendung? Atau saya?




Pagi tadi, saya  mendapati akan ditemani mendung menysuri jalan ke kampus. Kontan saya mencari-cari sesuatu yang biasanya hadir dengan sendirinya. Tanpa perlu diundang, apalagi dicari. Hati yang berseri. Dan, baru lah saya tersadar, kali ini ia tidak hadir. Tidak ada di mana-mana, sekalipun pada genangan yang tenang. Sekalipun pada lengkungan ujung jalan. Ia absen tanpa kabar juga pesan. Saya kehilangan, entah bagaimana saya merasa kehilangan diri saya sendiri. Ada sebuah penyangkalan yang pada akhirnya menghasilkan pemaksaan yang gagal. Saya memaksa hati untuk bahagia, dan itu tidak bekerja. Tidak membuat awan gelap itu beranjak dari sana.

Benarkah mendung sedang terserang virus kesedihan? Virus yang sering menjadikan seseorang berubah pesakitan. Mematikan. Saya tidak sudi membayangkannya. Sungguh tidak rela mendung saya jadi penular. Tapi, sayangnya, awan yang berarak pun tak menyulap apa-apa. Tidak sekalipun untuk pagi yang cerah. Sebab, sudah ada yang terluka.


Saya kecewa. Pada mendung yang kali ini memilih menularkan kelam. Bukan sebuah suguhan yag menenangkan. Saya kecewa. Pada hati yang Sabtu ini malah memilih berkhianat. Bukannya bekerja sama seperti yang sudah-sudah. Saya jadi ingin berkeluh kesah. Namun tidak yakin dengan alasannya. Belakangan memang saya sedang bermuram durja, kangen keluarga yang jauh di sana. Ternyata hujan pun tak mampu untuk mengurung sunyi bersama gemuruhnya. Ternyata mendung pun tak mampu menghibur dengan gelungan awannya yang tenang. Saya harus pulang.

No comments:

Post a Comment