Monday 31 August 2015

Euforia #6

Euforia kembali. Kini dengan sekelumit perasaan yang tak kunjung pergi. Masih dengan perpaduan antara mimpi dan misteri, yang seakan telah bersahabat sejak rasa ini terpatri, yang belakangan membuatmu ingin lari. Begitu, kah? Namun, anehnya, kau tak pernah benar-benar sanggup untuk mengingkarinya. Tak pernah benar-benar ingin meninggalkannya. Hingga tanya-tanya itu terunggah, menuntutmu menyerah. Adakah mimpi terhapus oleh pagi? Atau, bisakah misteri terpecahkan oleh sunyi? Sedikit saja. Agar ilusi tak sempat meranumkan hati, dan pesona tak sempat menguasai peri. Layaknya harap-harap yang terulang. Sayangnya, seperti biasa, hanya ada sautan oleh diam yang bergema. Bukan penjelasan sebagaimana mestinya. Meski kali ini hadir marah yang menyurut lelah, nyatanya kau tetap saja rela—menyisipkan resah yang percaya, entah akan apa. Mungkin akan suatu masa, atau malah akan jejak yang tak jua bernama. Tidakkah kau merasa ini saatnya untuk mengatakan ‘sudah’? Baiklah, terserah. Jika kau bersedia, tunggu saja. Sampai kau temukan makna sekelumit rasa itu sesungguhnya, dan menyadari, bahwa pada akhirnya euforia hanya akan membuatmu menjadi penerjemah yang salah.


(Pekabaru, 31082015)

No comments:

Post a Comment