Thursday 19 March 2015

Pulang Bersama Lebur

Senja itu, tanya menapak pada satu takdir
berbekal peluh dan getir,
adakah tanah ini sedang menyambut masa?
adakah tempat yang akan senyaman rumah?
Namun tak ada angin yang benar-benar menjawab
menyiratkan tanda agar tak perlu resah
pada malam yang membawa mimpi, juga
pada pagi yang lekas kembali
sebab kisah ini akan segera ditumpah
dengan judul tak terbantah.

Kala hujan itu, kaki-kaki kita mengejar rinai yang basah
mendekapnya bersama nyanyian rumput menderu
seakan syahdu, beralamat rindu
lumpur-lumpur pun berjingkat
menjelaskan hangat pada bercak yang tertambat
yang berharap, agar kenang tak mampu karam
agar jejak mengingatkan pada gelak
yang sudi kita ingat, sampai kisah ini
tamat.

Kemudian langit berubah,
membawa awan bergegas pindah,
seperti jiwa-jiwa kita yang goyah.

Kemudian langkah kita berbeda,
menyimpan amarah tanpa reda,
menyebar luka pada cerita.

Maka hari-hari pun kian luntur
layaknya embun yang berangsur gugur,
meninggalkan daun tepekur
seakan langit jingga itu tak pernah hadir,
menyembunyikan bayangan khawatir
seakan deraian tawa tak cukup berharga,
untuk penghibur kala ingatan mengalur
dan dalam detik yang berhambur,
semua mengabur
hingga kita pulang, bersama lebur.

(Pekanbaru, 19032015)

No comments:

Post a Comment