Bagaimana
saya tidak senang hanya dengan melihat sepotong wajah tadi?!
Hal-hal seperti ini memang lebih
sering lepas kontrol, tidak jelas, aneh, dan sudah tentu konyol. Jujur, saya
tidak pernah benar-benar berusaha untuk menghindar, karena terlebih dahulu
menyerah. Ya, untuk yang satu ini saya tidak bisa berbuat apa-apa, tidak
terlalu niat sebenarnya. Meski tak jarang menyusahkan, tapi kalau sudah hati
yang dibuat senang, maka itu akan beda sekali penangguhannya. Tidak ada cara
lain kecuali menikmatinya.
Siapa
yang peduli? Ini hidup saya, dan sepotong wajah yang hadir tadi―sekalipun
tanpa alasan, adalah yang saya pedulikan. Saya tidak lagi menunggu, hanya
sesekali mencari, pada ribuan detik yang hadir, yang mungkin akan mengantarkan
saya pada takdir itu. Tidak untuk melakukan apa-apa lebih tepatnya. Karena
membuat harapan lebih dari yang dibisa adalah sebuah ancaman yang menyesatkan. Saya
paham sekali dengan tesis ini.
Dulu, pernah hadirnya benar-benar
diinginkan. Saya juga sudah pernah menuliskan. Entah saya menyayangkan takdir
itu tidak kunjung datang, yang jelas dimensi waktu memiliki andil sangat besar.
Mungkin ada yang memberitahu bahwa saya bukanlah pejuang untuk masalah seperti
ini. Tidak pernah. Maka dari itu semua beranjak berubah, layaknya hati yang
lemah. Saya tidak lagi sama. Dan suatu hari, kisah itu pun tiba.
Sepotong wajah tadi, hanya sekilas.
Tanpa senyum, tanpa renung. Malah terkesan bingung. Membiarkan saya ingin
selalu membalik pasir waktu, berulang-ulang. Jadinya saya yang tersenyum, saya
yang merenung. Jangan tuduh saya telah jatuh cinta! Saya tidak yakin seperti
ini caranya. Ada yang lebih saya inginkan dari sekadar berbunga-bunga. Ada yang
lebih ingin saya cari dari sekadar kehadiran sepotong wajah tadi. Mungkin wajah
kedua setelah dia pergi.
Karena harapan bukan untuk diada-adakan. Mungkin.
No comments:
Post a Comment