Wednesday 26 March 2014

Filosofi: THE JOURNAL

Apa judulnya terlalu berat?
THE JOURNAL. Saya ingin bercerita sedikit tentang dia―buku pertama saya. Buku di sini bukan novel ataupun buku kumpulan cerpen yang saya idamkan itu, melainkan buku catatan yang saya buat sendiri. FYI, it’s the best handicraft I’ve ever made. Cool. Hal yang melatarbelakangi saya membuat THE JOURNAL adalah: sudah lama ingin membeli buku catatan seperti ini tapi kantong saya tidak siap untuk memenuhinya. Maka, tiga hari yang lalu saya kepikiran untuk membuatnya sendiri. Dan, inilah hasilnya…



Saya akui, pembuatannya tidak mudah, butuh ketelatenan, kesabaran, serta tangan yang luka dan memar. Kerealaan. Hal yang paling sulit saat pembuatannya adalah pada waktu saya harus menjahit 100 kertas dengan jarum jahit biasa. Tangan saya sampai memerah dan hampit mati rasa. Proses yang terlalu banyak menggunting juga mengakibatkan tangan saya memar, dan beberapa bagian seperti kapalan. Pengerjaannya memakan waktu lebih kurang dua hari. Dan saat buku itu selesai, berbagai persaan memenuhi hati.

Saya mengibaratkan membuat buku ini seperti sedang menulis sebuah novel. Buku pertama. Novel pertama. Saya tidak pernah membayangkan untuk membuat buku sendiri, namun saya sering membayangkan membuat novel sendiri―yang sampai sekarang belum kesampaian. Lalu, mengapa mengibaratkan? Begini, pada saat saya membuat THE JOURNAL saya kepikiran bagaimana kalau itu merupakan sebuah novel, sebuah karya pertama saya. Saya banyak menemukan kesamaan yang dibutuhkan di antara keduanya: THE JOURNAL dan Novel. Butuh konsep yang matang saya mulai memotong kertas, menjahit, memilih warna, memotong kain flannel, menjahit lagi, sampai mengelem. Tidak ada yang saya kerjakan tanpa memperhitungkannya terlebih dahulu. Kadang berkali-kali. Begitu juga dengan menulis novel, mungkin. Karena sayangnya, saya belum pernah bisa menyelesaikannya.

Konsep. Saya masih mandek di situ, rekor yang buruk. Saya tahu. Saya belum pernah berhasil membuat konsep yang matang, semacam kerangka kokoh yang bisa dipertanggungjawabkan. Banyak hal yang menggantung di kepala saya, namun tanpa tahu cara melepasnya. Akan tetapi, setelah saya menemukan diri saya menyelesaikan THE JOURNAL, ada sebuah pemahaman yang menyusup dalam pemikiran saya. Saya tahu, kesulitan membuat buku tidak sebanding dengan menulis buku. But, IMO, good understanding is when you can learn from the smallest thing. Who knows?

Well, saya belum mematangkan konsep mengenai apa yang akan saya tulis pada halaman-halaman THE JOURNAL. Ada beberapa ide, termasuk mengganti judul blog ini dengan nama buku itu, namun saya harus mempertimbangkan beberapa hal lagi. yang jelas, saya masih sibuk bahagia mendapati buku itu sudah jadi: meski dengan sedikit penyesalan karena harusnya nama saya pada tulang buku itu dijahit bukan dilem. Ah, ya, target. Saya tidak boleh melewatkan yang satu itu. Mungkin saya tidak boleh berlama-lama dengan euforia. Mungkin calon novel juga sudah menunggu pengerjaannya. Don’t blame me when I finish it. 

The Only one...


No comments:

Post a Comment