Tolong
jelaskan padaku apa yang salah pada matanya! Atau… aku?
Biarkan
aku menganggapnya sebagai sihir, karena aku benar-benar tidak ada ide. Bagaimana
tidak? Aku masih ingat betul bagaimana aku mengemis kepada Rere agar tidak
membawaku ke salah satu tempat yang termasuk dalam daftar danger area-ku: Perpustakaan. Dan itu tidak berhasil. Raungan dan
sogokan ice cream tidak mempan pada
Rere yang sedang semangat membabi buta mengerjakan tugas akhir kuliah. Maka aku
hanya bisa pasrah.
Yang
ajaib adalah: aku berada di sini sekarang. Di salah satu danger area. Oh, perlu aku ralat. Bukan Cuma hari ini, melainkan
kemarin, dua hari yang lalu, atau beberapa hari yang lalu. Aku malu untuk
mengingatnya. Dan satu-satunya alasan aku di sini tentu bukan karena terkena
virus membabi buta Rere―itu hampir tidak mungkin. Faktanya aku berada di sini,
sekarang, di jam makan siang yang aku relakan: hanya untuk menemukan mata yang
kemarin aku temui. Atau beberapa hari lalu yang tertangkap olehku. Aku tidak
tahu itu milik siapa. Tapi aku akan segera tahu.
Buk.
Buku
yang ada di sampingku terjatuh, tepat mengenai kakinya. Untuk yang seperti ini
aku memang jenius. rencana ini sudah kuperhitungkan kematangannya. Berita bagusnya adalah dia mengambilkannya untukku. Dan, gotcha! Aku tidak bisa menahan untuk
tidak nyengir konyol. Aku benar-benar tidak tertolong. Sekarang aku yakin mata itu benar-benar memiliki mantra ajaib, dan aku tersihir.
“Buku
kamu.” Tangan itu terjulur.
“Ups…
sorry.”
Aku tidak akan membiarkan ini gagal!
http://wp.me/4pO2o
ReplyDeleteSudah baca, tulisan kamu bagus-bagus :)
DeleteKeep writing~
Btw, terima kasih atas kunjungannya.