Saturday 1 March 2014

Kehilangan Februari

Begitukah?
Sedikit hambar, saya rasa seperti itu. Atau, lebih buruk. 28 hari yang tidak bersahabat sudah pergi. Ya, mungkin tidak bisa diakumulasikan secara keseluruhan, terdengar terlalu tidak bersyukur menurut saya. Tapi, beberapa hari yang lumayan kacau itu cukup pantas mewakili Februari. Saya akui, saya tidak berhasil membuat Februari menjadi menyenangkan di hari-harinya yang nyaris seperti singkat. Well, lagi-lagi mood saya berada dalam keadaan lost-control. Dengan kesadaran penuh saya melewatkan juga kehilangan. A bad news at beginning of the year.

Rencana tinggal lah rencana, takdir lebih dari segala angan-angan. Klise sekali ternyata kenyataan itu. Rasanya, saya ingat betul bagaimana sebuah rencana yang kemudian terus berbuah itu mencuat, tumbuh, berkembang, hingga rampung dan mengapung. Jika semakin dibayangkan hasilnya, maka semakin indah rencana tersebut. Bahkan sampai meremang sekaligus berdebar. Namun, beberapa saat kemudian, dengan cara tidak terbayangkan, partikel dari rencana tadi berguguran seenaknya dengan perlahan, layaknya daun di musim kerontokan. Pelan tapi pasti, pasti menyakitkan. Terlebih karena yang menjadi perusak adalah si pembuat rencana sendiri. I have no idea.

Di salah satu dari 28 hari itu juga, saya harus kembali meninggalkan rumah. Kembali kepada rutinitas yang hampir tiga tahun ini saya pertahankan. Buruk, dengan kenyataan saya tidak rela. Meninggalkan rumah adalah salah satu hal yang tidak ingin saya lakukan, singkatnya, saya benci perpisahan. Oh, c’mon, I've never met someone who likes farewell. Perpisahan yang dalam artian lebih dalam. Bahkan orang-orang tidak ingin berpisah dengan kehidupan dunia, which is something that definitely. Dan, perpisahan hari itu ternyata berpengaruh besar pada proses penghancuran mood saya. Uh-oh! Saya yakin tidak ingin meninggalkan rumah, seyakin saya terhadap kehadiran pilihan itu tidak pernah ada. At last, ucapan ‘sampai jumpa’ dan ‘hati-hati’ melebur bersama lambaian tangan beserta udara.

Saya tidak pernah suka hal-hal seperti ini, yang malah terjadi berkali-kali. Februari pergi begitu saja, nyaris tanpa ucapan dan wejangan. Tega sekali. Saya kehilangan. Merasa kehilangan setelah saya tidak pernah benar-benar memperlakukan saat ‘dia’ ada. Atau, ini hanya delusi belaka. Yang mana, ada pembual ulung yang sedang bemain-main dengan kata. Entahlah, saya tidak terlalu bersemangat untuk menghibur diri. Tapi, setidaknya, saya masih percaya bahwa semua yang terjadi mempunyai alasan. Saya tidak mau mengatakan satu bulan di belakang hanyalah sia-sia, meski kenyataannya hal itu nyaris. Bahkan saya tidak akan keberatan untuk mempercayai bahwa ‘jatuh pada lubang yang sama, bukan berarti terus menjadi keledai’. Believe that we can learn from everything.

Kesimpulannya, kehilangan Februari berarti kehilangan kesempatan. Sounds bad. Toh, kenyataan memang seperti itu. Tidak peduli tentang benar atau salah, kabar baik atau kabar buruk. Sedikit menyesalkan dan… melegakan. Jadi, tidak terlalu buruk saya rasa. Baiklah, bagian ini saya seperti sedang menghibur diri. Sudahlah.


Sepertinya awal Maret mengerling kode cinta, by the way.

No comments:

Post a Comment