Abby kembali masuk ke kamar ganti, mencoba gaun yang
ke-26—mungkin, cemoohnya. Dia tidak
ingin benar-benar menghitung. Kali ini berwarna krem, dengan model renda-renda
di bagian dada yang nyaris sama dengan dua atau tiga gaun yang ia coba
sebelumnya. Memuakkan. Ia harus cepat-cepat keluar dari sini, sebelum gaun-gaun
ini membuatnya ingin jadi gila. Terserah dengan pesta konyol itu.
“Apa yang kau gunakan? Kau tampak sangat pucat. Kau tidak
berniat membuat aku terlihat seperti sedang memaksamu untuk ke pesta di saat
kau sedang sakit, bukan?” lagi-lagi, membuatnya ingin membuang seluruh gaun itu
ke muka pria yang berkomentar tersebut. Tanpa terkecuali, lalu memaki pria itu
hingga puas.
Tentu saja. Tentu saja Abby benci melakukan ini. Dan
tentu saja—dengan beribu keterpaksaan—ia kembali masuk ke kamar ganti, mencoba kebali
gaun-gaun bodoh lainnya. Tapi bagaimanapun, Abby merasa ia lebih bodoh lagi. Pria
yang sedang sibuk dengan gadget-nya
di luar sana itu tentu tidak pernah tahu bagaimana perasaan orang yang sedang dipaksa
orang lain. Ya, dia tidak akan pernah tahu.
Setelah menarik napas dalam, Abby akhirnya
memutuskan melangkah keluar dari ruang ganti yang tampak semakin mengerikan itu.
Kembali mengenakan baju yang ia pakai saat datang tadi.
...
Do you know how
hard I tried
To be come what
you want me to be?
Take me
This is all that
I’ve got
This is all that
I’m not
All that I’ll
ever be
I’ve got flaws,
I’ve got fault
Keep searching
for your perfect heart
It doesn’t
matter who you are
We all have our
scars
We all have our
scars
(Allison Iraheta
– Scars)
(Pekanbaru, 03062015)
#NulisRandom2015 Day 3 |
No comments:
Post a Comment