Pernahkah kau
merasa bisa gila karena sebuah tanda?
Seperti tidak keruan. Dikukung rasa yang dapat
membawamu ke pintu-pintu yang serba salah. Serba takut, serba susah. Pekerjaan menerka-nerka
bukan perkara gampang, sebab itu hati merasa perlu—sangat perlu—meraba waktu
yang lalu, waktu sekarang, lalu mencoba melompat-lompat untuk mengintip waktu
di depan. Layaknya tengah mencari pegangan untuk membuat suatu keputusan. Sekali
lagi, bukan perkara gampang, kan? Ini semua karena tanda.
Tidak untuk dilebih-lebihkan. Tapi ‘menjadi gila’,
bisa jadi pemikiranmu yang terakhir saat kau tengah terjebak dalam permainan ‘menebak
tanda’. Rasanya sungguh menyebalkan, kadang-kadang keterlaluan. Saat salah satu
tebakan mengambang, mulai merangkai keping demi keping cuplikan suatu masa yang
kau inginkan, maka tebakan lain akan turut keluar, menyusul guna mematahkan hingga
semua berantakan. Atau, saat kau ingin memastikan bahwa ada satu jalan yang
mungkin bisa membawamu pada sebuah kesimpulan, maka buntu siap menghadangmu,
demi turut memastikan kau akan tetap berdiri di sana tanpa kemana-mana. Di persimpangan
kebingungan. Tanda juga dapat melakukannya.
Diam-diam, satu soroton bisa juga menggetarkan. Berubah
menjadi penghantar yang paling baik untuk kemegahan. Mungkin ia utusan, atau
mungkin hanya kebetulan yang menyenangkan. Entahlah. Yang jelas,
percikan-percikan akan menjadi bagian yang paling dinantikan.
Jejak yang lalu cukup mampu mengacaukan. Tersaruk-saruk
di suatu gang yang menyembunyikan bayangan. Lampu di sana temaram, seakan menolak memberi
penerangan, menolak mengusir keresahan. Sedang langkah kian rapuh, terbias ragu
yang tergugu. Hanya tinggal menunggu pijakan ini melepuh.
Terkadang, tanda bisa menjadi segalanya, namun tak
jarang juga menjadi bukan apa-apa.
(Pekanbaru, 05062015)
PS: #NulisRandom Day 5
No comments:
Post a Comment