Friday 9 May 2014

Lagi dan Lagi

Akhir-akhir ini saya merasa banyak sekali kekurangan, yah, bukan berarti selama ini merasa sudah berlebih atau bagaimana. Hanya saja, perasaan kurang yang belakangan menghinggapi saya ini membawa pada satu pemikiran: ternyata begitu banyak celah yang membungkus saya dan perlu diperbaiki. Tidak tangung-tanggung, membuat saya merasa menjadi begitu kecil. Sebelumnya, perlu dicamkan kekurangan ataupun kelebihan yang saya ceritakan bukanlah tentang materi, melainkan sesuatu yang ada pada diri saya.

Kesadaran yang benar adalah pemahaman yang membuatmu ingin berubah menjadi lebih baik. Mungkin begitu hakikatnya. Dan satu pemikiran yang saya sebut tadi, menyadarkan saya bahwa sebenarnya masih banyak yang harus saya pelajari guna meningkatkan mutu diri. Banyak ilmu yang masih dangkal saya pahami, atau bahkan ada yang belum sempat saya ketahui keberadaannya. Apakah itu sebuah keharusan? Mengetahui banyak hal. Entahlah, yang saya tahu, kita diperintahkan untuk senantiasa menuntut ilmu. Ya, belajar. Lagi dan lagi. Tahap kehidupan yang harus dibarengi dengan sebuah komitmen, juga kesungguhan hati yang ikhlas.


Belakangan juga, saya merindukan hari-hari yang sudah terlewatkankan. Ah, iya. Masa lalu. Bukan apa-apa, hati saya hanya sedang merindu hatinya yang dulu. Di mana keberadaan kekurangan tidak pernah menjadi penghalang. Kekurangan yang ini beda lagi, kali ini keadaan diri. Layaknya, kisah-kisah di masa orangtua kita. Saat keterbatasan yang mereka pegang malah membuat mereka menjadi lebih giat. Hingga pelan-pelan, keterbatasan itu terlepas dan menjadikan mereka berwawasan luas. Ilmu yang berharga, sebab ia bersemayam di relung jiwa mereka. Tidak seperti sekarang, kebanyakan pengetahuan itu malah terbang. Mengawang bersama kelebihan yang menjerumuskan.

Ah, apa saya terdengar seperti menyalahkan keadaan atau bagaimana? Maaf, bukan begitu maksud saya. Ini lebih kepada usaha berdamai dengan diri. Saya hanya ingin belajar, seperti orang-orang dulu belajar. Saya hanya ingin terus belajar―walau dengan gemerlap berlebihan, dapat seperti hati orang-orang dulu kebanyakan. Lagi dan lagi. Hingga celah-celah tadi kian tertutupi, lalu melahirkan kembali celah baru, dan ditutup lagi. Begitu seterusnya. Alangkah indah, jika hati ini begitu serupa. 

Satu hal lagi yang belakangan juga saya pikirkan: bahwa ada hal-hal kecil yang terasa manis jika bisa dipetik sebagai sebuah pembelajaran. Dipetik dengan cara yang benar. Yang seperti ini, kembali kepada diri kita masing-masing, seperti apa pola pikir membentuk kita. Seperti hakikat mindset yang saya pelajari, bahwa ia terdir dari tiga yaitu: paradigma, keyakinan dasar, serta nilai dasar. Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar tentang istilah-istilah itu, intinya saja. Bagaimana, pada dasarnya, mutu seseorang dapat dilihat dari cara dia memandang sesuatu, menilai sesuatu, ataupun mempercayai sesuatu. Kembali ke hal-hal kecil tadi, sungguh baik adanya jika kita bisa memetik buah manis dari hal tersebut. Tidak perlu muluk-muluk, cukup yang sederahana saja. Tidak perlu susah, cukup biarkan keikhlasan hati yang bicara. Lagi saya katakan, itu tergantung kita.

Begitulah. Peningkatan diri tidak pernah instan. Belajar dan terus belajar. 

No comments:

Post a Comment