Saturday 27 April 2013

Dear...

          Dear, kau yang sedang tersenyum seperti biasa…
          Sebenarnya aku ragu saat akan menulis surat balasan ini. Kau tahu? Aku tidak terbiasa melakukannya. Tapi… setelah dipikir-pikir, mungkin aku bisa mengataknnya melalui surat ini. Sesuatu yang ingin kusampaikan padamu, saat di bandara, namun aku melupakannya karena masalah kecil itu. Kau tahu aku sangat kerepotan hari itu. Kepulangan yang mendadak ditambah dengan passport-ku tertinggal di hotel. Aku benar-benar tidak bisa memikirkan hal yang lain. Dan… semoga surat ini bisa membantu.
          Aku mengingat hari di mana kita pertama kali bertemu. Aku pikir kau sangat terganggu dengan gumaman-tanpa-arahku sehingga kau harus menghampiriku dan menghentikannya. Aku terlalu penasaran dan cerewet tentang lukisan-lukisan menakjubkan yang tergantung di Galleria degli Uffizi sampai tidak menyadari bahwa ada kau yang sedang lancar menjawab pertanyaan dan pernyataanku. Lalu aku mengatakan sesuatu―yang aku lupa itu apa, dan kau tergelak karenanya. Saat aku menoleh, itu lah di mana aku menyadari ada yang lebih menarik minatku. Aku bertanya-tanya, apa aku pernah bertemu orang Rom seramah dirimu? Dan… apakah semua orang Roma akan tertawa seperti caramu melakukannya?
          Saat kita menghabiskan senja dengan perahu gondola melewati Ponte di Rialto, aku tidak menyangka kau akan membicarakan tentang cinta. Aku membenarkan ucapanmu, seberapa hebat kita merangkai kata, kita tetap tidak akan bisa mengungkapkan bagaimana itu cinta.  Mengapa jatuh cinta? Karena alasan-alasan itu akan terdengar konyol dan nyaris tidak masuk akal. Ya, terkadang kau memang benar.
          Tapi tidak tentang Risotto, aku benci makanan dengan rasa aneh itu! Kau tahu? Aku tidak akan mempercayakan soal makanan kepadamu, seperti aku mempercayakan perjalanan ke Roma-ku kepadamu. Walau aku sangat senang saat kau menyodorkan tawaran-tawaran yang menyenangkan itu. Dan tolong ingat! Lidah Indonesia-ku ini tidak akan pernah mau terbiasa dengan makanan kebangganmu itu. Jadi, jangan sekali-kali berani memaksaku memakannya lagi!
           Aku senang saat kau akhirnya mau mengantarku ke Verona, setelah aku berjanji tidak akan terlihat norak saat mengunjungi rumah Juliet yang megah itu. Aku melakukannya dengan baik, bukan? Kemudian saat kita kembali ingin menikmati hangatnya keindahan mengantar senja di sebuah perahu gondola. Venesia adalah tempat terbaiknya. Lalu kau mengajakku makan malam yang mengesankan di restoran Italia di dekat sungai. Tidakkah itu terlalu romantis untuk kita?
          Dan yang paling indah adalah saat kita berdansa. Aku tidak pernah bisa melakukannya dengan baik, kau juga ternyata. Kupikir pesta itu akan berakhir hanya dengan obrolan panjang antara aku, kau dan teman-temanmu saja. Namun saat musik-nya berubah menjadi Vivo Per Lei dari Andrea Bocelli ft. Judy Weiss, kau menoleh padaku terlalu cepat, dan aku menyadari. Kau melempar senyum menawanmu seperti biasa, dan aku hanya terdiam menikmati. Kau selalu mekukan itu dengan sempurna, membuat aku takut―jangan-jangan kau mengetahui bahwa senyummu itu sudah seperti mantra untukku.
          Katamu, lagu itu adalah salah satu lagu favoritmu dan ingin sekali berdansa dengan iringannya. Lalu, kau menarik tanganku dengan percaya diri, membuat aku bertambah takut. Setiba kita di tengah, kau berbisik, “Yang mungkin terjadi hanya lah kau menginjak kakiku, atau aku menginjak kakimu. Atau yang lebih buruk, kita menginjak kaki kita masing-masing. Jadi, tidak akan ada yang terganggu. Percayalah!” Aku bersumpah, itu adalah ucapan paling konyol yang pernah aku dengar. Namun aku tidak bisa menahan diriku untuk juga merasa tenang mendengarnya, sehingga aku bersedia. Saat kau menggenggam tanganku, saat mata kita saling bertemu. Yang kutahu, hanya ada tentang kita di sana.
          Sebuah perjalanan yang selalu ingin kuulang. Adakah aku kembali? Entah lah. Sekarang aku hanya ingin menanyakan ini padamu. Memastikan bahwa Roma bukan menjadi pilihan yang salah. Aku tidak yakin, namun kuharap kau bisa meyakinkannya untukku. Apapun itu, kali ini aku akan benar-benar mempercayaimu.
          Apakah aku jatuh cinta?
          Apakah kita jatuh cinta?
          Sebuah tanya
               Riany
          Ps: ini note aku buat untuk lomba nulis surat balasan untuk Roma (GagasMedia)

No comments:

Post a Comment