Dear, kau yang sedang tersenyum
seperti biasa…
Sebenarnya aku ragu saat akan menulis
surat balasan ini. Kau tahu? Aku tidak terbiasa melakukannya. Tapi… setelah
dipikir-pikir, mungkin aku bisa mengataknnya melalui surat ini. Sesuatu yang ingin
kusampaikan padamu, saat di bandara, namun aku melupakannya karena masalah
kecil itu. Kau tahu aku sangat kerepotan hari itu. Kepulangan yang mendadak
ditambah dengan passport-ku
tertinggal di hotel. Aku benar-benar tidak bisa memikirkan hal yang lain. Dan…
semoga surat ini bisa membantu.
Aku mengingat hari di mana kita
pertama kali bertemu. Aku pikir kau sangat terganggu dengan gumaman-tanpa-arahku
sehingga kau harus menghampiriku dan menghentikannya. Aku terlalu penasaran dan
cerewet tentang lukisan-lukisan menakjubkan yang tergantung di Galleria degli Uffizi sampai tidak menyadari
bahwa ada kau yang sedang lancar menjawab pertanyaan dan pernyataanku. Lalu aku
mengatakan sesuatu―yang aku lupa itu apa, dan kau tergelak karenanya. Saat aku
menoleh, itu lah di mana aku menyadari ada yang lebih menarik minatku. Aku
bertanya-tanya, apa aku pernah bertemu orang Rom seramah dirimu? Dan… apakah semua orang Roma akan tertawa seperti caramu melakukannya?
Saat kita menghabiskan senja dengan perahu
gondola melewati Ponte di Rialto, aku
tidak menyangka kau akan membicarakan tentang cinta. Aku membenarkan ucapanmu,
seberapa hebat kita merangkai kata, kita tetap tidak akan bisa mengungkapkan
bagaimana itu cinta. Mengapa jatuh
cinta? Karena alasan-alasan itu akan terdengar konyol dan nyaris tidak masuk
akal. Ya, terkadang kau memang benar.
Tapi tidak tentang Risotto, aku
benci makanan dengan rasa aneh itu! Kau tahu? Aku tidak akan mempercayakan soal
makanan kepadamu, seperti aku mempercayakan perjalanan ke Roma-ku kepadamu. Walau aku sangat senang saat kau menyodorkan
tawaran-tawaran yang menyenangkan itu. Dan tolong ingat! Lidah Indonesia-ku ini
tidak akan pernah mau terbiasa dengan makanan kebangganmu itu. Jadi, jangan
sekali-kali berani memaksaku memakannya lagi!
Aku senang saat kau akhirnya mau mengantarku
ke Verona, setelah aku berjanji tidak
akan terlihat norak saat mengunjungi rumah Juliet
yang megah itu. Aku melakukannya dengan baik, bukan? Kemudian saat kita kembali
ingin menikmati hangatnya keindahan mengantar senja di sebuah perahu gondola. Venesia adalah tempat terbaiknya. Lalu
kau mengajakku makan malam yang mengesankan di restoran Italia di dekat sungai. Tidakkah itu terlalu romantis untuk kita?
Dan yang paling indah adalah saat kita
berdansa. Aku tidak pernah bisa melakukannya dengan baik, kau juga ternyata.
Kupikir pesta itu akan berakhir hanya dengan obrolan panjang antara aku, kau
dan teman-temanmu saja. Namun saat musik-nya berubah menjadi Vivo Per Lei dari Andrea Bocelli ft. Judy Weiss, kau menoleh padaku terlalu cepat,
dan aku menyadari. Kau melempar senyum menawanmu seperti biasa, dan aku hanya
terdiam menikmati. Kau selalu mekukan itu dengan sempurna, membuat aku
takut―jangan-jangan kau mengetahui bahwa senyummu itu sudah seperti mantra
untukku.
Katamu, lagu itu adalah salah satu
lagu favoritmu dan ingin sekali berdansa dengan iringannya. Lalu, kau menarik
tanganku dengan percaya diri, membuat aku bertambah takut. Setiba kita di
tengah, kau berbisik, “Yang mungkin terjadi hanya lah kau menginjak kakiku,
atau aku menginjak kakimu. Atau yang lebih buruk, kita menginjak kaki kita
masing-masing. Jadi, tidak akan ada yang terganggu. Percayalah!” Aku bersumpah,
itu adalah ucapan paling konyol yang pernah aku dengar. Namun aku tidak bisa
menahan diriku untuk juga merasa tenang mendengarnya, sehingga aku bersedia. Saat
kau menggenggam tanganku, saat mata kita saling bertemu. Yang kutahu, hanya ada
tentang kita di sana.
Sebuah perjalanan yang selalu ingin
kuulang. Adakah aku kembali? Entah lah. Sekarang aku hanya ingin menanyakan ini
padamu. Memastikan bahwa Roma bukan menjadi pilihan yang salah. Aku tidak
yakin, namun kuharap kau bisa meyakinkannya untukku. Apapun itu, kali ini aku
akan benar-benar mempercayaimu.
Apakah aku jatuh cinta?
Apakah kita jatuh cinta?
Sebuah tanya
Riany
Ps: ini note aku buat untuk lomba
nulis surat balasan untuk Roma (GagasMedia)
No comments:
Post a Comment